Beberapa minggu terakhir ini, kedaulatan bangsa dan negara Indonesia tengah 'diuji' oleh negara tetangga. Mulai dari protes Singapura terhadap penamaan KRI Usman Harun, pembakaran dan perampokan kapal nelayan asal Merauke oleh tentara Papua Nugini, hingga pengusiran imigran gelap asal Timur Tengah oleh Australia ke Indonesia dengan melanggar batas perairan wilayah teritorial.
Lalu, bila Indonesia terpaksa berperang untuk mempertahankan kedaulatan dan kehormatannya dari negara lain, apakah siap ?
"Ya sebagai suatu bangsa tentu kita harus siap untuk berperang dengan apa adanya, kalaupun kita cuma punya pisau dapur. Ya kewajiban kita untuk mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah kita dengan alat yang kita miliki," kata Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto ketika berkunjung ke kantor redaksi Liputan6.com di SCTV Tower, lantai 14, Senayan, Jakarta, belum lama ini.
Endriartono menjelaskan, prinsip dasarnya rakyat Indonesia harus siap untuk melakukan peperangan tersebut jika pola diplomasi tak berjalan. Akan tetapi, yang terpenting bukan bagaimana bertempur pada awal peperangan, melainkan bertahan dari apa yang dimiliki dalam waktu yang cukup lama.
"Karena itulah peperangan sesungguhnya. Namun kita harus tetap memenangkan walaupun berjalan dalam kurun waktu yang lama," terangnya.
Peserta konvensi capres Partai Demokrat itu menjelaskan, meski alat utama sistem persenjataan (Alutsista) yang dimiliki Indonesia masih kalah dari negara-negara lain, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini sudah memberikan perhatian yang cukup untuk memodernisasi alutsista yang dimiliki.
Hanya saja ia berharap, agar Indonesia bisa meningkatkan kemampuannya dalam memproduksi Alutsista sendiri, untuk meningkatkan jumlah kuantitas alutsista yang dimiliki. Sehingga, Indonesia mampu bertahan dalam waktu yang cukup lama dalam sebuah peperangan.
"Yang terbaik kalau negara itu mempunyai kemampuan untuk memproduksi sendiri alutsistanya, terutama alutsista yang mendasar. Agar kemampuan kita dalam berperang bisa berjalan dalam waktu yang lama. Itu menjadi penting karena dengan kemampuan seperti itu, maka akan mempertahankan sampai titik darah penghabisan," paparnya.
"Tapi kalau kita punya alutsista saat awal berperang, tapi nggak punya kemampuan secara kontinyu melengkapi alutsista yang diperlukan, maka satu sampai 4 hari kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Jadi intinya industri dalam negeri harus kita perkuat," tukas Endriartono. (Adm/Ali)
Baca juga:
Lalu, bila Indonesia terpaksa berperang untuk mempertahankan kedaulatan dan kehormatannya dari negara lain, apakah siap ?
"Ya sebagai suatu bangsa tentu kita harus siap untuk berperang dengan apa adanya, kalaupun kita cuma punya pisau dapur. Ya kewajiban kita untuk mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah kita dengan alat yang kita miliki," kata Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto ketika berkunjung ke kantor redaksi Liputan6.com di SCTV Tower, lantai 14, Senayan, Jakarta, belum lama ini.
Endriartono menjelaskan, prinsip dasarnya rakyat Indonesia harus siap untuk melakukan peperangan tersebut jika pola diplomasi tak berjalan. Akan tetapi, yang terpenting bukan bagaimana bertempur pada awal peperangan, melainkan bertahan dari apa yang dimiliki dalam waktu yang cukup lama.
"Karena itulah peperangan sesungguhnya. Namun kita harus tetap memenangkan walaupun berjalan dalam kurun waktu yang lama," terangnya.
Peserta konvensi capres Partai Demokrat itu menjelaskan, meski alat utama sistem persenjataan (Alutsista) yang dimiliki Indonesia masih kalah dari negara-negara lain, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat ini sudah memberikan perhatian yang cukup untuk memodernisasi alutsista yang dimiliki.
Hanya saja ia berharap, agar Indonesia bisa meningkatkan kemampuannya dalam memproduksi Alutsista sendiri, untuk meningkatkan jumlah kuantitas alutsista yang dimiliki. Sehingga, Indonesia mampu bertahan dalam waktu yang cukup lama dalam sebuah peperangan.
"Yang terbaik kalau negara itu mempunyai kemampuan untuk memproduksi sendiri alutsistanya, terutama alutsista yang mendasar. Agar kemampuan kita dalam berperang bisa berjalan dalam waktu yang lama. Itu menjadi penting karena dengan kemampuan seperti itu, maka akan mempertahankan sampai titik darah penghabisan," paparnya.
"Tapi kalau kita punya alutsista saat awal berperang, tapi nggak punya kemampuan secara kontinyu melengkapi alutsista yang diperlukan, maka satu sampai 4 hari kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Jadi intinya industri dalam negeri harus kita perkuat," tukas Endriartono. (Adm/Ali)
Baca juga:
Mantan Panglima TNI: Seharusnya Singapura Tak Protes Usman-Harun
Isu `Anak Emas`, Endriartono: Konvensi Masih Berjalan Fair
Advertisement
Bakal Capres Demokrat Bicara Fenomena Jokowi