Manusia Bisa Bertahan di Tempat Tinggi

Penelitian yang dilakukan oleh Doktor Mark Aldenderfer menunjukkan bahwa manusia bisa beradaptasi dengan lingkungan, meski dengan kandungan oksigen minim. Hasil penelitian Aldenderfer masih membutuhkan penelitian lanjutan.

oleh Liputan6 diperbarui 25 Jul 2004, 19:41 WIB
Liputan6.com, Tibet: Olah raga mendaki gunung membutuhkan daya tahan tubuh yang prima. Tidak hanya melelahkan karena berjalan jauh, melainkan kondisi tubuh akan menurun seiring dengan ketinggian yang dicapai. Semakin tinggi tempat yang dicapai, semakin kurang oksigen. Seperti diketahui, kekurangan oksigen dalam jaringan tubuh mampu membuat seseorang menderita hipoksia. Namun, penelitian yang dilakukan Doktor Mark Aldenderfer memperlihatkan hasil yang unik.

Baru-baru ini, Aldenderfer meneliti masyarakat yang hidup di tiga tempat ketinggian berbeda yaitu penduduk asli Tibet di pegunungan Himalaya, masyarakat pegunungan Andes, Amerika Selatan, dan dataran tinggi Etopia, Afrika. Di pegunungan Himalaya, penduduk setempat bernapas lebih cepat, sehingga oksigen yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak. Sementara di pegunungan Andes, masyarakat memiliki Hemoglobin--suatu zat di dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh--yang lebih banyak. Sedangkan di dataran tinggi Etopia, masyarakat diyakini beradaptasi dengan lingkungan secara biologis meski belum ditemukan cara mereka beradaptasi.

Dengan penemuan bukti-bukti ini, sejumlah ahli menyimpulkan tubuh manusia sebetulnya mampu beradaptasi secara biologis terhadap lingkungannya. Teori ini mungkin akan dibuktikan dengan melakukan penelitian terhadap asam deoksiribosa nukleat (ADN) yang dapat menunjukkan adaptasi itu bisa diturunkan secara genetis.(ZAQ/Ijx)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya