Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan seluruhnya permohonan uji materi UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua UU MK. Perppu yang dibuat Presiden SBY dinyatakan tak berlaku dan MK tetap memakai UU semula.
Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari menilai pembatalan itu terjadi karena ada konflik kepentingan.
"Bagaimana mungkin MK akan menguji UU yang mengenai dirinya sendiri. Pastilah akan ada conflict of interest di sana. Walhasil, persoalan ini sangat problematis atau bahkan dilematis bagi MK. Maka saya menduga MK akan menolak uji materi tersebut," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (14/2/2014).
Politisi Partai Golkar ini mengatakan, keputusan MK tersebut sangat mengejutkan. Sebab, dirinya sejak semula meyakini MK akan mengalami semacam dilema dalam menyikapi uji materi atas Undang Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perppu 1/2013 tentang Perubahan Kedua UU MK atau eks Perppu MK tersebut.
"Dengan demikian Undang-Undang yang mengatur mengenai perekrutan calon hakim konstitusi dan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berlaku," imbuh Hajriyanto.
MK menilai UU tentang Perppu itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, alasan pemohon beralasan menurut hukum. Artinya, keberadaan Perppu tentang penyelamatan MK yang telah ditetapkan menjadi UU oleh DPR bertentangan dengan UUD 1945.
Dengan dikabulkannya uji materi tersebut, maka UU MK kembali ke semula. Perppu kini tidak berlaku lagi setelah sempat disahkan oleh DPR menjadi UU Nomor 4 Tahun 2014 pada Kamis 19 Desember 2013.
Pengujian UU Penetapan Perppu MK ini dimohonkan sejumlah advokat yang sering beracara di MK. Mereka menganggap UU tentang Perppu tersebut bertentangan dengan UUD 1945, karena konstitusi tak mengamanatkan pelibatan KY dalam pengajuan calon hakim konstitusi.
Para Pemohon mempermasalahkan adanya pelibatan KY dalam pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang permanen dibentuk bersama MK juga dinilai bermasalah. (Mut/Sss)
Baca juga:
Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari menilai pembatalan itu terjadi karena ada konflik kepentingan.
"Bagaimana mungkin MK akan menguji UU yang mengenai dirinya sendiri. Pastilah akan ada conflict of interest di sana. Walhasil, persoalan ini sangat problematis atau bahkan dilematis bagi MK. Maka saya menduga MK akan menolak uji materi tersebut," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (14/2/2014).
Politisi Partai Golkar ini mengatakan, keputusan MK tersebut sangat mengejutkan. Sebab, dirinya sejak semula meyakini MK akan mengalami semacam dilema dalam menyikapi uji materi atas Undang Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perppu 1/2013 tentang Perubahan Kedua UU MK atau eks Perppu MK tersebut.
"Dengan demikian Undang-Undang yang mengatur mengenai perekrutan calon hakim konstitusi dan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berlaku," imbuh Hajriyanto.
MK menilai UU tentang Perppu itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, alasan pemohon beralasan menurut hukum. Artinya, keberadaan Perppu tentang penyelamatan MK yang telah ditetapkan menjadi UU oleh DPR bertentangan dengan UUD 1945.
Dengan dikabulkannya uji materi tersebut, maka UU MK kembali ke semula. Perppu kini tidak berlaku lagi setelah sempat disahkan oleh DPR menjadi UU Nomor 4 Tahun 2014 pada Kamis 19 Desember 2013.
Pengujian UU Penetapan Perppu MK ini dimohonkan sejumlah advokat yang sering beracara di MK. Mereka menganggap UU tentang Perppu tersebut bertentangan dengan UUD 1945, karena konstitusi tak mengamanatkan pelibatan KY dalam pengajuan calon hakim konstitusi.
Para Pemohon mempermasalahkan adanya pelibatan KY dalam pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang permanen dibentuk bersama MK juga dinilai bermasalah. (Mut/Sss)
Baca juga:
MK Batalkan UU Tentang Perppu MK yang Diterbitkan SBY
KY: Batalkan Perppu MK, Majelis Hakim Langgar Etik
Advertisement
Hanura Dukung Putusan MK Batalkan Perppu MK