Skizofrenia atau penyakit jiwa terberat dan kronis ternyata rentan dialami bagi korban pasca bencana. Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) tak menampik bahwa bencana bisa menjadi gejala awal seseorang menderita masalah kejiwaan.
Seperti disampaikan oleh Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Kesehatan, Kependudukan dan Keluarga Berencana Emil Agustiono bahwa penderita skizofrenia merupakan korban psikosomatik yang bisa terjadi akibat trauma bencana seperti di Sinabung atau di gunung Kelud.
"Di Sinabung bahkan ada 3 orang yang diduga memiliki gejala skizofrenia yang suka muncul. Untuk itu semestinya mental helath juga harus jadi prioritas," kata Emil saat acara Kampanye Kesadaran Publik 'Lighting the Hope for Schizophrenia' di Plaza Senayan, ditulis Sabtu (15/2/2014).
Sementara itu ditemui di tempat yang sama, Direktur Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, dr. Eka Viora, SpKJ mengatakan bahwa gejala skizofrenia yang muncul pada korban bencana alam merupakan akibat faktor psikososial akibat kehilangan harta benda atau keluarga.
"Korban bencana rentan kehilangan rumah, harta atau kehilangan orang yang dicintai. Ini faktor pencetus yang apabila ia sudah punya kecendrungan akan muncul stresor dan jadilah skizofrenia muncul," jelas Eka.
Selain itu, Gejala lain skizofrenia menurut Eka adalah faktor biologis atau gangguan neurotransmiter, keturunan, kondisi pra-kelahiran, cedera otak, trauma, tekanan sosial dan stres atau depresi.
"Intinya bila kita menemukan ada anggota keluarga yang mengalami perbedaan perilaku yang tidak biasanya, seperti cemas, sering bicara sendiri atau memiliki pikiran dan tingkah laku yang tidak wajar seperti sering ketakutan, mendengar hal-hal yang tidak bisa kita dengar tanpa alasan yang jelas. Tanyakan padanya, apa yang kamu rasakan? kenapa berbeda? kenapa ketakutan? dan sebagainya. Tidak perlu takut karena mereka akan bisa menceritakan, jangan didiamkan. Keluarga bisa mengajak bicara baik-baik dan segeralah mencari dokter karena banyak yang menyangka ini adalah penyakit guna-guna atau spiritual," jelas Eka.
Eka menyampaikan, dengan mengetahui gejala awal dan membawanya ke dokter, penderita skizofrenia akan bisa mengontrol dirinya. Tapi yang terpenting, Eka mengatakan terapi utama untuk penderita skizofrenia bukan hanya minum obat yang teratur, tapi kepedulian keluarga.
"Yang penting keluarga bisa peduli, menyayangi dan lingkungan juga mendukung. Kalau sudah pulih, biarkan ia melakukan kegiatan yang produktif. Karena penderita skizofrenia bisa pulih," tambahnya.
(Fit/Igw)
Seperti disampaikan oleh Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Kesehatan, Kependudukan dan Keluarga Berencana Emil Agustiono bahwa penderita skizofrenia merupakan korban psikosomatik yang bisa terjadi akibat trauma bencana seperti di Sinabung atau di gunung Kelud.
"Di Sinabung bahkan ada 3 orang yang diduga memiliki gejala skizofrenia yang suka muncul. Untuk itu semestinya mental helath juga harus jadi prioritas," kata Emil saat acara Kampanye Kesadaran Publik 'Lighting the Hope for Schizophrenia' di Plaza Senayan, ditulis Sabtu (15/2/2014).
Sementara itu ditemui di tempat yang sama, Direktur Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, dr. Eka Viora, SpKJ mengatakan bahwa gejala skizofrenia yang muncul pada korban bencana alam merupakan akibat faktor psikososial akibat kehilangan harta benda atau keluarga.
"Korban bencana rentan kehilangan rumah, harta atau kehilangan orang yang dicintai. Ini faktor pencetus yang apabila ia sudah punya kecendrungan akan muncul stresor dan jadilah skizofrenia muncul," jelas Eka.
Selain itu, Gejala lain skizofrenia menurut Eka adalah faktor biologis atau gangguan neurotransmiter, keturunan, kondisi pra-kelahiran, cedera otak, trauma, tekanan sosial dan stres atau depresi.
"Intinya bila kita menemukan ada anggota keluarga yang mengalami perbedaan perilaku yang tidak biasanya, seperti cemas, sering bicara sendiri atau memiliki pikiran dan tingkah laku yang tidak wajar seperti sering ketakutan, mendengar hal-hal yang tidak bisa kita dengar tanpa alasan yang jelas. Tanyakan padanya, apa yang kamu rasakan? kenapa berbeda? kenapa ketakutan? dan sebagainya. Tidak perlu takut karena mereka akan bisa menceritakan, jangan didiamkan. Keluarga bisa mengajak bicara baik-baik dan segeralah mencari dokter karena banyak yang menyangka ini adalah penyakit guna-guna atau spiritual," jelas Eka.
Eka menyampaikan, dengan mengetahui gejala awal dan membawanya ke dokter, penderita skizofrenia akan bisa mengontrol dirinya. Tapi yang terpenting, Eka mengatakan terapi utama untuk penderita skizofrenia bukan hanya minum obat yang teratur, tapi kepedulian keluarga.
"Yang penting keluarga bisa peduli, menyayangi dan lingkungan juga mendukung. Kalau sudah pulih, biarkan ia melakukan kegiatan yang produktif. Karena penderita skizofrenia bisa pulih," tambahnya.
(Fit/Igw)