Menolak Penggusuran, PKL Pelabuhan Makassar Bentrok

Para pedagang kaki lima menolak digusur aparat keamanan dan petugas Adpel Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar. Penggusuran itu terkait rencana perluasan pelabuhan bertaraf internasional.

oleh Liputan6 diperbarui 30 Jul 2004, 14:57 WIB
Liputan6.com, Makassar: Penertiban pedagang kaki lima (PKL) kembali berakhir dengan bentrokan. Kali ini terjadi di Pelabuhan Soekarno-Hatta di Makassar, Sulawesi Selatan. Jumat (30/7) pagi. Sedikitnya 132 orang PKL terlibat saling lempar batu dengan aparat keamanan dan karyawan Administrator Pelabuhan (Adpel) yang berusaha menggusur lahan mereka. Insiden mengakibatkan sembilan orang terluka terkena lemparan batu. Korban antara lain empat orang dari petugas pelabuhan, tiga pedagang, dan dua mahasiswa yang ikut membantu kaum PKL.

Peristiwa itu berawal dari niat aparat keamanan dan petugas Adpel pelabuhan menertibkan lapak PKL. Kebijakan ini diambil karena Pelabuhan Soekarno-Hatta akan diperluas menjadi pelabuhan bertaraf internasional.

Rencana itu ditentang para pedagang. Mereka menutup Jalan Soekarno-Hatta yang mengakses ke terminal penumpang. Saat itulah terjadi ketegangan dan berujung aksi saling lempar batu dan benda lain di sekitar lokasi kejadian.

Bentrokan terjadi hampir satu jam. Para pedagang tetap menolak digusur, meski petugas berusaha memberi penjelasan. Karena jumlah aparat dari Adpel lebih banyak, para pedagang terdesak. Sebagai bentuk protes, sebagian pedagang lantas membakar lapaknya.

Hingga berita ini ditulis, suasana di sana relatif tenang. Para pedagang akan membangun kembali kios mereka. Rencananya, mereka juga akan berunjuk rasa ke DPRD setempat. Buntut insiden itu, dua mahasiswa ditangkap karena ikut melempari aparat keamanan dan petugas pelabuhan.

Upaya penertiban PKL memang rata-rata kerap berakhir rusuh. Begitu juga ketika Pemerintah Provinsi Makassar menggusur rumah penduduk di Kelurahan Panambungan dan Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso. Akibatnya, warga kini tak memiliki lagi rumah dan terpaksa tinggal berdesak-desakan di tempat penampungan sementara [baca: Warga Panambungan Korban Gusuran Kelaparan]. Tragisnya, mereka kini terancam kelaparan karena bantuan tersendat. Warga korban gusuran hanya pasrah dan memakan bahan pangan yang tersisa.(DEN/Iwan Taruna dan Muhamad Takbir)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya