Citizen6, Banda Aceh: Dari 23 daerah Kabupten/Kota di Provinsi Aceh, Aceh Tamiang dan Aceh Tenggara merupakan kabupaten yang berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara. Aceh Tamiang dari lintar timur, sedangkan Aceh Tenggara dari lintas Barat.
Akhir pekan lalu, tepatnya Jumat 14 Februari hingga Sabtu 15 Februari 2014, bersama kepala kantor melakukan kunjungan kerja ke Kuala Simpang, ibukota Aceh Tamiang. Aceh Besar, Pidi, Pidie Jaya, Bireun, Aceh Utara, Lhokseumawe, Langsa, Aceh Timur adalah kabupaten dan kota yang dilalui selama 8 jam perjalanan.
Aslinya penduduk Aceh Tamiang adalah suku melayu. Karena itu, bahasa melayu atau bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dalam interaksi sehari-hari. Berbeda dengan beberapa Kabupaten/Kota yang menjadikan bahasa Aceh sebagai bahasa utama.
Sebagai daerah perbatasan, tak heran bila penduduk daerah ini sangat majemuk, dan terdiri dari beragam etnis. Tak pelak, keragaman etnis itu menghasilkan ragam varian kuliner. Tidak lagi didominasi oleh kuliner khas Aceh seperti Pliek Uu, Masam Keueng, dan lainnya.
Selain perihal beragamnya etnis dan kuliner tersebut adalah keramaian yang terjadi di simpang jalan masuk kantor bupati yang bersebelahan dengan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh Tamiang. Padahal, malam telah menunjukkan pukul 9 lewat.
Ada bendi atau delman dengan kuda berbadan tinggi besar, motor dan mobil remot, skuter, odong-odong, penjual mainan anak-anak dan deretan penjual makanan ringan di kedua sisi jalan itu mengingatkan saya pada suasana pasar malam. Setiap permainan yang disewakan bisa dinikmati dengan harga Rp 5 ribu saja.
"Tiap hari, mulai jam 5 sore sampai jam 9 malam, pasar malam ini ada. Malam minggu atau hari libur, biasanya lebih ramai yang datang. Waktunya pun lebih lama, sampai jam 11 malam," ujar M. Solihin, salah seorang pedagang yang menemani saya menyeruput teh tarik yang baru dihidangkannya. (mar)
Penulis
Ahmad Arif
Banda Aceh, faziakusayxxx@gmail.com
Baca juga:
Lintas Timur Banda Aceh Medan Bak Amerika Latin
Guli Tutup Botol, Permainan Seru Mengisi Liburan Sekolah
Kilas Balik 9 Tahun Tsunami Aceh
Disclaimer:
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com
Akhir pekan lalu, tepatnya Jumat 14 Februari hingga Sabtu 15 Februari 2014, bersama kepala kantor melakukan kunjungan kerja ke Kuala Simpang, ibukota Aceh Tamiang. Aceh Besar, Pidi, Pidie Jaya, Bireun, Aceh Utara, Lhokseumawe, Langsa, Aceh Timur adalah kabupaten dan kota yang dilalui selama 8 jam perjalanan.
Aslinya penduduk Aceh Tamiang adalah suku melayu. Karena itu, bahasa melayu atau bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dalam interaksi sehari-hari. Berbeda dengan beberapa Kabupaten/Kota yang menjadikan bahasa Aceh sebagai bahasa utama.
Sebagai daerah perbatasan, tak heran bila penduduk daerah ini sangat majemuk, dan terdiri dari beragam etnis. Tak pelak, keragaman etnis itu menghasilkan ragam varian kuliner. Tidak lagi didominasi oleh kuliner khas Aceh seperti Pliek Uu, Masam Keueng, dan lainnya.
Selain perihal beragamnya etnis dan kuliner tersebut adalah keramaian yang terjadi di simpang jalan masuk kantor bupati yang bersebelahan dengan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh Tamiang. Padahal, malam telah menunjukkan pukul 9 lewat.
Ada bendi atau delman dengan kuda berbadan tinggi besar, motor dan mobil remot, skuter, odong-odong, penjual mainan anak-anak dan deretan penjual makanan ringan di kedua sisi jalan itu mengingatkan saya pada suasana pasar malam. Setiap permainan yang disewakan bisa dinikmati dengan harga Rp 5 ribu saja.
"Tiap hari, mulai jam 5 sore sampai jam 9 malam, pasar malam ini ada. Malam minggu atau hari libur, biasanya lebih ramai yang datang. Waktunya pun lebih lama, sampai jam 11 malam," ujar M. Solihin, salah seorang pedagang yang menemani saya menyeruput teh tarik yang baru dihidangkannya. (mar)
Penulis
Ahmad Arif
Banda Aceh, faziakusayxxx@gmail.com
Baca juga:
Lintas Timur Banda Aceh Medan Bak Amerika Latin
Guli Tutup Botol, Permainan Seru Mengisi Liburan Sekolah
Kilas Balik 9 Tahun Tsunami Aceh
Disclaimer:
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com