Gus Solah: Titik Utamanya Bukan Kalah Menang

Menurut Salahuddin Wahid, gugatan melalui MK bertujuan mengungkap berbagai kejanggalan dalam pelaksanaan pilres. Itu untuk menjaga agar kesalahan serupa tak terjadi pada pilpres putaran berikutnya.

oleh Liputan6 diperbarui 02 Agu 2004, 09:10 WIB
Liputan6.com, Jakarta: Gugatan yang diajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden dari Partai Golongan Karya, Wiranto dan Salahuddin Wahid, terhadap Komisi Pemilihan Umum bertujuan untuk mengungkap kejanggalan yang terjadi dalam pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) putaran pertama. "Titik utamanya bukan soal kalah menang," ujar Gus Solah--demikian Salahuddin Wahid biasa dipanggil--dalam dialog yang dipandu reporter SCTV Aryo Ardi di Jakarta, Senin (2/8).

Menurut Gus Solah, gugatan yang diajukan melalui Mahkamah Konstitusi tersebut menitikberatkan pada penjelasan kepada publik atas berbagai penyimpangan dan ketidaksesuaian yang dilakukan KPU dalam pelaksanaan pilpres. Dari data yang diperoleh tim sukses Wiranto-Gus Solah terdapat perbedaan angka yang cukup signifikan dengan data KPU. Sebagai contoh, jumlah pemilih menurut Surat Keputusan KPU Nomor 39 berjumlah sekitar 194 juta. Tetapi pada SK KPU Nomor 79, warga yang mencoblos dan tidak, bila dijumlahkan, hanya sekitar 191 juta. Selisih itulah yang harus dijelaskan KPU kepada masyarakat luas.

Sebagai contoh lain, Gus Solah mengatakan adanya laporan dari timnya di Kabupaten Lebak, Banten, yang menyebutkan jumlah pemilih sekitar 715 ribu, sedangkan yang mencoblos berjumlah lebih dari 319 ribu dan tidak memilih sekitar 69 ribu pemilih. "Ada separuh yang tidak terlaporkan," jelas Gus Solah. Menurutnya, kejanggalan-kejanggalan tersebut menunjukkan adanya suatu pola terencana dari pihak tertentu untuk memenangkan pemilu.

Lebih jauh Gus Solah menjelaskan bahwa gugatan tersebut untuk menjaga agar kesalahan serupa tidak terjadi pada pilpres putaran kedua mendatang. Kejanggalan yang terjadi pada putaran pertama tidak diulangi oleh KPU. "Kita ingin pemilu ini bermutu, berkualitas, dan mempunyai legitimasi yang kuat," Gus Solah berharap.

Gugatan itu tentu saja sedikit bertentangan dengan sikap saksi pasangan Wiranto-Gus Solah yang menandatangani hasil Rapat Pleno penghitungan suara manual KPU pada 27 Juli silam. Mengenai hal tersebut, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia itu menyatakan bahwa penandatanganan hasil Rapat Pleno KPU hanya bersifat sementara. Itu terkait dengan peninjauan kembali atau judicial review terhadap Surat Edaran KPU Nomor 1151/15/VII/2004. "Kalau itu [judicial review] dipenuhi. Itu [hasil Rapat Pleno KPU] menjadi tidak berlaku," jelas Gus Solah. Penjelasan tersebut seolah menegaskan kembali pernyataan Wiranto pada akhir Juli silam [baca: Wiranto: Untuk Sementara Kami Menerima Penghitungan Suara].

Menanggapi adanya opini bahwa usaha yang dilakukan kubu Wiranto-Gus Solah tidak didukung Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa, Gus Solah menjelaskan bahwa kedua partai yang mengusungnya dalam pilpres ini berada di belakangnya dengan memberikan data-data yang cukup komplit. "Kedua partai mendukung walaupun tidak muncul di permukaan," jelas adik Abdurrahmah Wahid itu.

Gus Solah juga menyangkal adanya isu koalisi antara Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang muncul pascapertemuan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung dengan capres Megawati Sukarnoputri. Lebih jauh ia menerangkan bahwa partai beringin tidak akan membentuk koalisi sebelum ada keputusan dari MK.

Terlepas dari semua itu, Gus Solah mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukungnya dalam pilpres putaran pertama, 5 Juli silam. Ia juga meminta maaf karena dirinya dan Wiranto tidak bisa bersaing dalam pilpres putaran kedua, 20 September mendatang.(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya