Kekayaan Akil Mochtar Sejak Jadi Hakim MK Lebih dari Rp 160 M

Pencucian uang diduga dilakukan Akil ketika masih duduk di Komisi III DPR, kemudian menjadi hakim konstitusi di MK sampai tertangkap KPK.

oleh Oscar Ferri diperbarui 20 Feb 2014, 15:49 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, nilai aset dan kekayaan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sejak jadi hakim konstitusi mencapai lebih dari Rp 160 miliar. Kekayaannya itu tidak sebanding dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkannya.
 
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, tindak pidana pencucian uang diduga dilakukan Akil ketika masih duduk di Komisi III DPR, kemudian menjadi hakim konstitusi di MK sampai tertangkap KPK. "Ketika jadi anggota dewan sekitar Rp 20 miliar," kata dia dalam pesan tertulisnya, Kamis (20/2/2014).

"Aset dan kekayaan yang dimiliki itu sangat tidak sebanding dengan laporan kekayaannya di LKHPN dan profil penghasilannya," ujar Bambang.

KPK menggabungkan dakwaan terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Yakni dugaan suap, penerimaan hadiah dan janji, serta tindak pidana pencucian uang.

Akil dijerat pasal gratifikasi karena ditengarai menerima hadiah dan janji pada sejumlah pilkada. Penerimaan hadiah kepada Akil itu berupa uang yang nilainya bervariasi. "Nilai pemberian hadiah atau suapnya per pilkada sekitar Rp 500 juta hingga Rp 20 miliar," ujar Bambang.

Akil Mochtar akan menjalani sidang perdana sore ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta. Dia akan mendengar dakwaan yang akan dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK.

Dalam dakwaan yang sudah dilimpahkan kemarin itu, Akil dijerat dengan berbagai tuduhan. Dia diduga menerima suap dalam penanganan Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah 2013 dan Pilkada Kabupaten Lebak, Banten 2013.

Untuk kasus sengketa Pilkada Gunung Mas, Akil disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, atau Pasal 6 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Sementara untuk kasus sengketa Pilkada Lebak, Akil dijerat dengan Pasal 12 huruf c UU Tipikor jo Pasal 55 ayat1 ke-1 KUHPidana atau Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

KPK juga menjerat Akil dengan Pasal 12 huruf B UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Pasal ini disangkakan karena Akil diduga menerima hadiah untuk pengurusan sejumlah sengketa pilkada lain. Yakni Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Pilkada Kota Palembang, Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah, Pilkada Kabupaten Lampung Selatan, Pilkada Kabupaten Morotai, Pilkada Provinsi Maluku Utara, Pilkada Kabupaten Buton, dan Pilkada Provinsi Sulawesi Tenggara. Sementara untuk pengurusan sengketa Pilkada Provinsi Jawa Timur Akil diduga menerima janji.

Pada perkara pencucian uang, Akil disangka melanggar pasal 3 dan atau pasal 4 UU nomor 8/2010 tentang TPPU dan pasal 3 atau pasal 6 ayat 1 UU nomor 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU nomor 25 tahun 2003 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 KUHPidana.(Mvi/Ein)

Baca juga:

Akil Mochtar Jalani Sidang Perdana Sore Nanti
Bupati Lebak Diperiksa KPK untuk Tersangka Ratu Atut
KPK Overload, Motor Sitaan Kasus Akil Mochtar Dipindah


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya