Keheningan Rabu 19 Februari 2014 malam sekitar pukul 19.00 WIB di Perumahan Bogor Baru, Blok C 5 No 18 pecah, berganti suasana ramai. Apa sebab? Ternyata 3 mobil dari jajaran Satreskrim Polres Bogor Kota, menjemput 13 orang dari kediaman tersebut.
Mereka adalah pembantu rumah tangga (PRT) di rumah yang terletak di Jalan Danau Mantana, Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor itu. Terdiri dari 5 laki-laki dan 8 perempuan. Mengapa mereka dijemput?
Ternyata para PRT itu dikabarkan disekap seorang perempuan yang diduga istri jenderal Polisi. Oleh sebab itu, setelah polisi mendapati laporan itu, mereka pun segera dievakuasi.
"Mereka dibawa atas permintaan kita sebagai kuasa hukum melalui LPSK yang kemudian berkoordinasi dengan Kabareskrim Polri," ujar kuasa hukum, Sugeng Santoso, kepada Liputan6.com di Mako Polres Bogor Kota, Rabu 19 Februari 2013.
Pengevakuasian itu bermula saat LBH Keadilan Bogor Raya mendapati kuasa hukum dari korban bernama Yuliana Lewir (17), Sugeng yang sudah membuat laporan sebelum ditangani LBH KBR. Dimana dalam laporan tersebut adanya dugaan tindak penganiayaan dan penyakapan serta dugaan trafficking (perdagangan bebas).
Setelah 13 PRT dievakuasi, 3 PRT lagi yang berada di 'sangkar' istri jenderal itu kemudian dibebaskan. Mereka boleh pergi dari rumah majikannya yang disebut-sebut bernama Mutiara Situmorang, istri Brigadir Jenderal Purnawirawan Polisi, Mangase Situmorang. Dengan pembebasan ini, seluruh pembantu yang disekap total 16 orang.
Kapolda Jawa Barat Irjen Pol M. Iriawan juga mengakui, suami dari istri yang diduga terlibat penyekapan 16 PRT itu adalah purnawirawan polisi. "Suaminya itu sudah pensiun. Jabatan terakhirnya Kapuslitbang dengan pangkat Brigjen," papar Iriawan.
Buntutnya, ratusan warga menyerbu 'sangkar' tempat tinggal istri purnawirawan jenderal yang diduga menjadi lokasi penyekapan 16 PRT di Perumahan Bogor Baru itu. Mereka murka pada istri mantan jenderal yang diduga melakukan kekerasan pada 16 PRT tersebut.
Dari penangkapan itu, juga diamankan seorang bayi prematur. "Salah satunya, kita juga mengevakuasi bayi yang masih berusia 2 bulan, anak dari salah seorang PRT di rumah tersebut," ujar AKBP Bahtiar Ujang Purnama.
Sedangkan dari penyelidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ditemukan fakta ada 7 dari 16 PRT di rumah Brigjen Pol (Purn) MS di Bogor, Jawa Barat yang masih di bawah umur. Fakta itu didapat dari hasil investigasi KPAI terhadap PRT yang diduga mendapatkan perlakukan kasar dan penyekapan oleh istri jenderal.
Menurut Arist, awalnya para PRT berbohong soal berapa usia mereka. Kebanyakan dari mereka mengaku berumur 19 tahun. Padahal terlihat dari postur tubuh mereka yang terlihat tidak seperti perempuan berusia 19 tahun.
Pro-Kontra PRT
Lika liku kasus penyekapan ini belum jelas. Polisi pun mendapati respons pro dan kontra dari para pembantu yang kini telah dievakuasi Satreskim Polresta Bogor.
Didampingi kakak sepupu dan kuasa hukum dari lebih keadilan Bogor Raya, Yuliana yang menjadi korban penyekapan oleh istri Brigjen Mangase Situmorang akhirnya buka suara terkait penyiksaan yang dialaminya. Yuliana pun menceritakan laranya saat disekap di kediaman mewah itu kepada publik.
Melalui kuasa hukumnya, Yuliana menjelaskan sejumlah perlakuan lain yang diterima ia dan belasan rekan sesama asisten rumah tangga di rumah tersebut. Ia menuturkan ada 16 orang yang bekerja sebagai pembantu mengalami penyekapan selama 3 bulan. Tidak bisa keluar lantaran dinding rumah tinggi dan dipasangi kawat.
Yuliana bisa keluar dari rumah sang majikan setelah sembunyi-sembunyi mengambil telepon selular dari rekannya. Ia keluar pada Kamis 13 Februari lalu, dijemput oleh kakak sepupunya.
Pernyataan Yuliana pun dibantah juru bicara keluarga istri jenderal purnawirawan itu, Victor Nadapdap. "Penganiayaan tidak pernah terjadi, tetapi hak untuk Yuliana (korban) untuk melaporkan hal tersebut. Sekarang proses masih berjalan," paparnya.
Menurut Victor, istri MS tidak pernah melakukan penyekapan. Hal ini dibuktikan dengan diizinkannya para pembantu untuk membeli roti dan bakso pada pagi hari. Para pembantu yang laki-laki juga diperbolehkan keluar rumah untuk membeli rokok di warung. "Kalo nyapu atau nyuci mobil, gerbang pintunya dibuka lebar," jelas Victor.
Awalnya, para PRT laki-laki itu akan dipekerjakan untuk mengurusi peternakan ikan lele milik keluarga MS.
Kala Yuliana menghujat sang majikan, tak demikian dengan PRT lain yang bekerja di rumah tersebut. Salah satu yang tak merasa disekap atau diperlakukan tidak baik oleh majikannya adalah Riris. Perempuan 19 tahun itu mengaku justru dibiayai secara penuh oleh majikannya saat melahirkan.
"Jadi, waktu saya melahirkan semua biaya operasi sesar, ibu yang bantu. Begitu juga biaya perawatan anak saya, termasuk susu dan baju-baju untuk anak saya ibu yang bantu," ujar Riris, Jumat 21 Februari.
Perempuan yang digaji Rp 700 ribu per bulan ini juga membantah diperlakukan kasar oleh majikannya. "Kalau ada kesalahan hanya diperingatkan," ucap Riris yang sehari-hari bertugas membersihkan rumah.
Kehamilan Riris juga dibenarkan oleh Victor. Ia memang ada salah satu pembantu datang ke rumahnya yang awal tidak diketahui sedang hamil. Namun ternyata beberapa bulan kemudian diketahui hamil dan akhirnya melahirkan. "Ibu yang membawa ke rumah sakit dan melahirkan secara sesar. Bahkan biaya persalinan tersebut dibayar oleh MS. Biayanya hampir Rp 10 juta," ulas Victor.
Kapolres Bogor Kota AKBP Bahtiar Ujang pun mengakui, ada 1 PRT di rumah purnawirawan jenderal polisi yang hamil. Wanita tersebut datang ke rumah MS sudah dalam keadaan mengandung.
Bukan yang Pertama
Kasus penyekapan PRT di Bogor yang diduga dilakukan oleh istri jenderal polisi bukan kasus yang pertama kalinya. Hal tersebut diungkapkan kuasa hukum salah satu korban bernama Yuliana, yaitu Sugeng. Ia mengatakan kasus ini sudah pernah ditangani oleh advokat bernama Mahakati 2 tahun yang lalu.
Sementara itu, Polresta Bogor Jawa Barat pun melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di rumah Brigjen Pol (Purn) MS. Polisi tiba di rumah berlantai 3 itu pada Jumat sore sejak pukul 15.00 WIB. Namun pemeriksaan istri Brigjen Pol (Purn) MS yang diduga menganiaya sejumlah pembantunya baru dilakukan pada pekan depan, 24 Februari 2014. Untuk saat ini, polisi sudah memeriksa para saksi yang merupakan PRT di rumah MS di Bogor.
"Ibu MS akan diperiksa minggu depan. Kami harap ini bisa diselesaikan," tutur Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto di kantornya.
Agus menambahkan, pemeriksaan istri MS baru bisa dilakukan pekan depan karena Polresta Bogor hingga saat ini masih menyelesaikan pemeriksaan 21 saksi yang sebagian besar merupakan para pembantu yang bekerja di rumah pensiunan Kapuslitbang Mabes Polri itu.
Sementara itu, Polri menegaskan tidak ada intervensi atas kasus dugaan penyekapan dan penganiayaan belasan PRT dari rumah purnawirawan perwira Polri berinisial MS itu. "Penyidik sudah memeriksa sang jenderal MS," kata Kadiv Humas Polri Irjen Ronny F Sompie di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Bahkan, kata Ronny, MS mempersilakan penyidik membawa 15 pembantunya agar dijadikan saksi untuk diambil keterangannya. Jika ada intervensi dalam proses penyelidikan dari purnawirawan berpangkat Brigjen itu, Polri siap mem-backup Polres Bogor Kota dan Polda Jawa Barat.
Maka itu, Ronny menjamin kasus ini akan diselidiki hingga tuntas. Sebab, Polri sudah meminta Polda Jabar untuk melakukan penyelidikan. Selanjutnya, Polda Jabar sudah memerintahkan Polres Bogor Kota untuk menyelidiki.
Kasus tersebut juga mendapatkan perhatian serius dari Kapolda Jawa Barat Irjen Pol M Iriawan. Ia menjelaskan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas terhadap siapapun yang melanggar hukum. Meskipun dia merupakan sanak maupun keluarga dari seorang jenderal polisi.
"Buat kita semua sama di mata hukum. Kalau memang nantinya ada indikasi seperti yang dilaporkan, maka harus diproses sesuai aturan yang ada," jelas Iriawan saat berbincang dengan Liputan6.com ketika melakukan pengecekan jalur Kereta Api di Stasiun Bogor.
Kemudian, lanjut iriawan, kasus tersebut sekarang sedang dalam proses pemeriksaan pendalaman oleh Polres Bogor Kota. "Jadi ada satu laporan ke polres atas nama Yuliana di mana yang bersangkutan merasa disekap dan melarikan diri dari rumah tersebut," pungkas Iriawan. (Tnt/Ali)
Baca juga:
Mereka adalah pembantu rumah tangga (PRT) di rumah yang terletak di Jalan Danau Mantana, Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor itu. Terdiri dari 5 laki-laki dan 8 perempuan. Mengapa mereka dijemput?
Ternyata para PRT itu dikabarkan disekap seorang perempuan yang diduga istri jenderal Polisi. Oleh sebab itu, setelah polisi mendapati laporan itu, mereka pun segera dievakuasi.
"Mereka dibawa atas permintaan kita sebagai kuasa hukum melalui LPSK yang kemudian berkoordinasi dengan Kabareskrim Polri," ujar kuasa hukum, Sugeng Santoso, kepada Liputan6.com di Mako Polres Bogor Kota, Rabu 19 Februari 2013.
Pengevakuasian itu bermula saat LBH Keadilan Bogor Raya mendapati kuasa hukum dari korban bernama Yuliana Lewir (17), Sugeng yang sudah membuat laporan sebelum ditangani LBH KBR. Dimana dalam laporan tersebut adanya dugaan tindak penganiayaan dan penyakapan serta dugaan trafficking (perdagangan bebas).
Setelah 13 PRT dievakuasi, 3 PRT lagi yang berada di 'sangkar' istri jenderal itu kemudian dibebaskan. Mereka boleh pergi dari rumah majikannya yang disebut-sebut bernama Mutiara Situmorang, istri Brigadir Jenderal Purnawirawan Polisi, Mangase Situmorang. Dengan pembebasan ini, seluruh pembantu yang disekap total 16 orang.
Kapolda Jawa Barat Irjen Pol M. Iriawan juga mengakui, suami dari istri yang diduga terlibat penyekapan 16 PRT itu adalah purnawirawan polisi. "Suaminya itu sudah pensiun. Jabatan terakhirnya Kapuslitbang dengan pangkat Brigjen," papar Iriawan.
Buntutnya, ratusan warga menyerbu 'sangkar' tempat tinggal istri purnawirawan jenderal yang diduga menjadi lokasi penyekapan 16 PRT di Perumahan Bogor Baru itu. Mereka murka pada istri mantan jenderal yang diduga melakukan kekerasan pada 16 PRT tersebut.
Dari penangkapan itu, juga diamankan seorang bayi prematur. "Salah satunya, kita juga mengevakuasi bayi yang masih berusia 2 bulan, anak dari salah seorang PRT di rumah tersebut," ujar AKBP Bahtiar Ujang Purnama.
Sedangkan dari penyelidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ditemukan fakta ada 7 dari 16 PRT di rumah Brigjen Pol (Purn) MS di Bogor, Jawa Barat yang masih di bawah umur. Fakta itu didapat dari hasil investigasi KPAI terhadap PRT yang diduga mendapatkan perlakukan kasar dan penyekapan oleh istri jenderal.
Menurut Arist, awalnya para PRT berbohong soal berapa usia mereka. Kebanyakan dari mereka mengaku berumur 19 tahun. Padahal terlihat dari postur tubuh mereka yang terlihat tidak seperti perempuan berusia 19 tahun.
Pro-Kontra PRT
Lika liku kasus penyekapan ini belum jelas. Polisi pun mendapati respons pro dan kontra dari para pembantu yang kini telah dievakuasi Satreskim Polresta Bogor.
Didampingi kakak sepupu dan kuasa hukum dari lebih keadilan Bogor Raya, Yuliana yang menjadi korban penyekapan oleh istri Brigjen Mangase Situmorang akhirnya buka suara terkait penyiksaan yang dialaminya. Yuliana pun menceritakan laranya saat disekap di kediaman mewah itu kepada publik.
Melalui kuasa hukumnya, Yuliana menjelaskan sejumlah perlakuan lain yang diterima ia dan belasan rekan sesama asisten rumah tangga di rumah tersebut. Ia menuturkan ada 16 orang yang bekerja sebagai pembantu mengalami penyekapan selama 3 bulan. Tidak bisa keluar lantaran dinding rumah tinggi dan dipasangi kawat.
Yuliana bisa keluar dari rumah sang majikan setelah sembunyi-sembunyi mengambil telepon selular dari rekannya. Ia keluar pada Kamis 13 Februari lalu, dijemput oleh kakak sepupunya.
Pernyataan Yuliana pun dibantah juru bicara keluarga istri jenderal purnawirawan itu, Victor Nadapdap. "Penganiayaan tidak pernah terjadi, tetapi hak untuk Yuliana (korban) untuk melaporkan hal tersebut. Sekarang proses masih berjalan," paparnya.
Menurut Victor, istri MS tidak pernah melakukan penyekapan. Hal ini dibuktikan dengan diizinkannya para pembantu untuk membeli roti dan bakso pada pagi hari. Para pembantu yang laki-laki juga diperbolehkan keluar rumah untuk membeli rokok di warung. "Kalo nyapu atau nyuci mobil, gerbang pintunya dibuka lebar," jelas Victor.
Awalnya, para PRT laki-laki itu akan dipekerjakan untuk mengurusi peternakan ikan lele milik keluarga MS.
Kala Yuliana menghujat sang majikan, tak demikian dengan PRT lain yang bekerja di rumah tersebut. Salah satu yang tak merasa disekap atau diperlakukan tidak baik oleh majikannya adalah Riris. Perempuan 19 tahun itu mengaku justru dibiayai secara penuh oleh majikannya saat melahirkan.
"Jadi, waktu saya melahirkan semua biaya operasi sesar, ibu yang bantu. Begitu juga biaya perawatan anak saya, termasuk susu dan baju-baju untuk anak saya ibu yang bantu," ujar Riris, Jumat 21 Februari.
Perempuan yang digaji Rp 700 ribu per bulan ini juga membantah diperlakukan kasar oleh majikannya. "Kalau ada kesalahan hanya diperingatkan," ucap Riris yang sehari-hari bertugas membersihkan rumah.
Kehamilan Riris juga dibenarkan oleh Victor. Ia memang ada salah satu pembantu datang ke rumahnya yang awal tidak diketahui sedang hamil. Namun ternyata beberapa bulan kemudian diketahui hamil dan akhirnya melahirkan. "Ibu yang membawa ke rumah sakit dan melahirkan secara sesar. Bahkan biaya persalinan tersebut dibayar oleh MS. Biayanya hampir Rp 10 juta," ulas Victor.
Kapolres Bogor Kota AKBP Bahtiar Ujang pun mengakui, ada 1 PRT di rumah purnawirawan jenderal polisi yang hamil. Wanita tersebut datang ke rumah MS sudah dalam keadaan mengandung.
Bukan yang Pertama
Kasus penyekapan PRT di Bogor yang diduga dilakukan oleh istri jenderal polisi bukan kasus yang pertama kalinya. Hal tersebut diungkapkan kuasa hukum salah satu korban bernama Yuliana, yaitu Sugeng. Ia mengatakan kasus ini sudah pernah ditangani oleh advokat bernama Mahakati 2 tahun yang lalu.
Sementara itu, Polresta Bogor Jawa Barat pun melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di rumah Brigjen Pol (Purn) MS. Polisi tiba di rumah berlantai 3 itu pada Jumat sore sejak pukul 15.00 WIB. Namun pemeriksaan istri Brigjen Pol (Purn) MS yang diduga menganiaya sejumlah pembantunya baru dilakukan pada pekan depan, 24 Februari 2014. Untuk saat ini, polisi sudah memeriksa para saksi yang merupakan PRT di rumah MS di Bogor.
"Ibu MS akan diperiksa minggu depan. Kami harap ini bisa diselesaikan," tutur Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto di kantornya.
Agus menambahkan, pemeriksaan istri MS baru bisa dilakukan pekan depan karena Polresta Bogor hingga saat ini masih menyelesaikan pemeriksaan 21 saksi yang sebagian besar merupakan para pembantu yang bekerja di rumah pensiunan Kapuslitbang Mabes Polri itu.
Sementara itu, Polri menegaskan tidak ada intervensi atas kasus dugaan penyekapan dan penganiayaan belasan PRT dari rumah purnawirawan perwira Polri berinisial MS itu. "Penyidik sudah memeriksa sang jenderal MS," kata Kadiv Humas Polri Irjen Ronny F Sompie di Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Bahkan, kata Ronny, MS mempersilakan penyidik membawa 15 pembantunya agar dijadikan saksi untuk diambil keterangannya. Jika ada intervensi dalam proses penyelidikan dari purnawirawan berpangkat Brigjen itu, Polri siap mem-backup Polres Bogor Kota dan Polda Jawa Barat.
Maka itu, Ronny menjamin kasus ini akan diselidiki hingga tuntas. Sebab, Polri sudah meminta Polda Jabar untuk melakukan penyelidikan. Selanjutnya, Polda Jabar sudah memerintahkan Polres Bogor Kota untuk menyelidiki.
Kasus tersebut juga mendapatkan perhatian serius dari Kapolda Jawa Barat Irjen Pol M Iriawan. Ia menjelaskan, pihaknya akan memberikan sanksi tegas terhadap siapapun yang melanggar hukum. Meskipun dia merupakan sanak maupun keluarga dari seorang jenderal polisi.
"Buat kita semua sama di mata hukum. Kalau memang nantinya ada indikasi seperti yang dilaporkan, maka harus diproses sesuai aturan yang ada," jelas Iriawan saat berbincang dengan Liputan6.com ketika melakukan pengecekan jalur Kereta Api di Stasiun Bogor.
Kemudian, lanjut iriawan, kasus tersebut sekarang sedang dalam proses pemeriksaan pendalaman oleh Polres Bogor Kota. "Jadi ada satu laporan ke polres atas nama Yuliana di mana yang bersangkutan merasa disekap dan melarikan diri dari rumah tersebut," pungkas Iriawan. (Tnt/Ali)
Baca juga:
Advertisement
Walikota Risma Mundur...Tidak...Mundur...