Liputan6.com, Jakarta: Warga di sekitar Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, Jawa Barat, 30 Juli silam, digemparkan penemuan mayat seorang wanita muda. Luka memar memenuhi sekujur tubuh tak bernyawa ini. Ada bekas jeratan di lehernya. Perempuan berambut panjang ini meringkuk di dalam mobil Nissan Terrano. Kabar penemuan mayat ini segera meluas hingga ke kepolisian setempat.
Identitas korban baru terungkap ketika seorang menelepon Kepolisian Sektor Bojongloa Kidul. Dia mengaku mencari Amanda Devina yang hilang tanpa jejak. Keterangan yang disebutkan pelapor persis dengan ciri-ciri fisik korban. Memang, keluarga Sapto Hartoyo yang tinggal di Villa Bintaro Regency, Jalan Irian II, Nomor 6, Tangerang, Banten, telah melaporkan bahwa Amanda, mahasiswi semester delapan Fakultas Teknik Universitas Trisakti, Jakarta, hilang sejak 28 Juli silam.
Awalnya, polisi sempat bingung mengungkap kasus ini. Pasalnya, saat mayat wanita yang berusia 22 tahun ini ditemukan, tak ada secuil pun identitas korban. Polisi hanya menemukan secarik kertas berisi ancaman yang ditujukan kepada Sapto, ayah korban di dashboard mobil. Karena ayah korban bekerja sebagai konsultan Pertamina, diduga keras pembunuhan ini terkait persaingan bisnis.
Sejumlah orang dekat korban mulai diperiksa polisi. Tak terkecuali, rekanan bisnis orang tua korban. Tapi, lambat laun penyelidikan mengarah pada kekasih korban, Ronald Johanes P. Aroean. Sebab, Amanda tewas dalam keadaan hamil empat bulan. Benar saja, beberapa jam setelah mayat Amanda ditemukan, polisi menahan Ronald sebagai tersangka pembunuhan tersebut.
Kasus ini terkuak saat polisi memeriksa print out atau rekaman percakapan telepon genggam milik Amanda. Kunci mobil dan perlengkapan rias milik Amanda juga tersimpan di rumah Ronald di Perumahan Jatijajar, Cimanggis, Depok, Jabar. Berbekal bukti-bukti tersebut, pria berusia 23 tahun ini tak dapat mengelak. Ronald mengaku membunuh karena sang kekasih mendesak dia bertanggung jawab atas janin yang dikandung Amanda.
Menurut Ronald, sebenarnya dia tak berniat membunuh korban, hanya menempeleng. Tapi, karena panik diminta pertanggungjawabannya, Ronald terpaksa mencekiknya. Setelah yakin tewas, mayat Amanda dikeluarkan dari rumahnya dan dimasukkan ke dalam kendaraan korban. Karena bingung, Ronald mengaku, sempat berkeliling dari Lenteng Agung, Jakarta Selatan, hingga Padalarang, Jabar. Tapi, lantaran situasi di jalan tak kondusif, akhirnya mayat Amanda dibuang bersama kendaraannya di dekat Terminal Leuwipanjang, Bandung. Sementara ia sendiri kembali ke Jakarta dengan bus. "Saya mohon maaf sedalam-dalamnya," kata Ronald.
Menurut Kepala Kepolisian Resor Jakarta Barat Komisaris Besar Polisi Suhardi Alius, pembunuhan ini terjadi setelah terjadi percekcokan berkaitan dengan pertanggungjawaban. Dari situlah terjadi selisih paham hingga berujung pada kematian Amanda.
Pengakuan Ronald memang mengagetkan semua pihak, termasuk keluarga korban. Menurut ibu korban, Sri Andiyani, sebelumnya Ronald sempat datang ke rumah untuk mengucapkan belasungkawa. "Saya tanyakan Amanda, dia [Ronald] bilang tidak sama dia," ujar Sri. Ronald juga ikut membantu mencari Amanda yang sempat menghilang selama tiga hari. Bahkan, selama masa pencarian tersebut, Ronald yang satu kampus dan satu angkatan dengan korban tak memperlihatkan sikap gugup. Dengan tenang, Ronald terus mendampingi dan berusaha menghibur keluarga.
Selain mengelabui keluarga korban, Ronald juga melakukan hal yang sama terhadap Acho, mantan pacar Amanda lainnya. Bahkan, tersangka sempat menuduh Acho membawa lari korban. Menurut Acho, bersama sejumlah rekannya, tersangka sempat ke rumahnya untuk menanyakan Amanda. Kepada keluarganya, Ronald sempat menanyakan keberadaannya yang kebetulan saat itu masih berada di Singapura. "Ronald itu mencurigai saya," ujar Acho.
Perkenalan Amanda dengan Ronald itu sendiri sejak akhir 2003, saat mereka berlibur ke Bali. Mulai saat itu, kedua sejoli semakin akrab hingga terjalin hubungan asmara. Bahkan, keduanya terdaftar dalam sebuah situs pertemanan. Dalam situs itu, Ronald menyatakan, Amanda adalah gadis yang sangat baik. Sementara Amanda menilai kekasihnya sebagai pria yang suka menolong, meski temperamental. Orang tua Amanda justru pertama kali mengenal Ronald pada awal 2004. Ronald dan Amanda juga kerap menjemput ibu korban sepulang kerja. Kegiatan itu mereka lakukan sepulang kuliah.
Tapi, kini semua kenangan itu telah musnah. Keluarga korban meminta Ronald dihukum mati atas perbuatannya. Menurut Sri, Ronald tak layak hidup. Pasalnya, bukannya melindungi, Ronald justru menyakiti dan membunuhnya. "Mestinya dia [Ronald] bertanggung jawab, Amanda kan pacarnya. Dia tidak punya perasaan," ujar Sri.
Begitu juga dengan Sapto, ayah korban. Menurut Sapto, selain Amanda, Ronald juga telah membunuh bayi yang tak berdosa. Apalagi, bayi yang tak berdosa itu adalah anak kandungnya sendiri. "Ini melanggar hak asasi manusia. Saya butuh keadilan," kata Sapto.
Kepergian Amanda juga dirasakan teman-temanya. Di mata teman-teman, Amanda yang hobi membaca dan mendengarkan musik adalah gadis yang penuh perhatian. Amanda dikenal cerdas, disiplin, dan cermat mengatur waktu. "Saya kehilangan dia [Amanda]," ujar Prima Widyaputri, seorang teman korban.(ORS/Tim Derap Hukum)
Identitas korban baru terungkap ketika seorang menelepon Kepolisian Sektor Bojongloa Kidul. Dia mengaku mencari Amanda Devina yang hilang tanpa jejak. Keterangan yang disebutkan pelapor persis dengan ciri-ciri fisik korban. Memang, keluarga Sapto Hartoyo yang tinggal di Villa Bintaro Regency, Jalan Irian II, Nomor 6, Tangerang, Banten, telah melaporkan bahwa Amanda, mahasiswi semester delapan Fakultas Teknik Universitas Trisakti, Jakarta, hilang sejak 28 Juli silam.
Awalnya, polisi sempat bingung mengungkap kasus ini. Pasalnya, saat mayat wanita yang berusia 22 tahun ini ditemukan, tak ada secuil pun identitas korban. Polisi hanya menemukan secarik kertas berisi ancaman yang ditujukan kepada Sapto, ayah korban di dashboard mobil. Karena ayah korban bekerja sebagai konsultan Pertamina, diduga keras pembunuhan ini terkait persaingan bisnis.
Sejumlah orang dekat korban mulai diperiksa polisi. Tak terkecuali, rekanan bisnis orang tua korban. Tapi, lambat laun penyelidikan mengarah pada kekasih korban, Ronald Johanes P. Aroean. Sebab, Amanda tewas dalam keadaan hamil empat bulan. Benar saja, beberapa jam setelah mayat Amanda ditemukan, polisi menahan Ronald sebagai tersangka pembunuhan tersebut.
Kasus ini terkuak saat polisi memeriksa print out atau rekaman percakapan telepon genggam milik Amanda. Kunci mobil dan perlengkapan rias milik Amanda juga tersimpan di rumah Ronald di Perumahan Jatijajar, Cimanggis, Depok, Jabar. Berbekal bukti-bukti tersebut, pria berusia 23 tahun ini tak dapat mengelak. Ronald mengaku membunuh karena sang kekasih mendesak dia bertanggung jawab atas janin yang dikandung Amanda.
Menurut Ronald, sebenarnya dia tak berniat membunuh korban, hanya menempeleng. Tapi, karena panik diminta pertanggungjawabannya, Ronald terpaksa mencekiknya. Setelah yakin tewas, mayat Amanda dikeluarkan dari rumahnya dan dimasukkan ke dalam kendaraan korban. Karena bingung, Ronald mengaku, sempat berkeliling dari Lenteng Agung, Jakarta Selatan, hingga Padalarang, Jabar. Tapi, lantaran situasi di jalan tak kondusif, akhirnya mayat Amanda dibuang bersama kendaraannya di dekat Terminal Leuwipanjang, Bandung. Sementara ia sendiri kembali ke Jakarta dengan bus. "Saya mohon maaf sedalam-dalamnya," kata Ronald.
Menurut Kepala Kepolisian Resor Jakarta Barat Komisaris Besar Polisi Suhardi Alius, pembunuhan ini terjadi setelah terjadi percekcokan berkaitan dengan pertanggungjawaban. Dari situlah terjadi selisih paham hingga berujung pada kematian Amanda.
Pengakuan Ronald memang mengagetkan semua pihak, termasuk keluarga korban. Menurut ibu korban, Sri Andiyani, sebelumnya Ronald sempat datang ke rumah untuk mengucapkan belasungkawa. "Saya tanyakan Amanda, dia [Ronald] bilang tidak sama dia," ujar Sri. Ronald juga ikut membantu mencari Amanda yang sempat menghilang selama tiga hari. Bahkan, selama masa pencarian tersebut, Ronald yang satu kampus dan satu angkatan dengan korban tak memperlihatkan sikap gugup. Dengan tenang, Ronald terus mendampingi dan berusaha menghibur keluarga.
Selain mengelabui keluarga korban, Ronald juga melakukan hal yang sama terhadap Acho, mantan pacar Amanda lainnya. Bahkan, tersangka sempat menuduh Acho membawa lari korban. Menurut Acho, bersama sejumlah rekannya, tersangka sempat ke rumahnya untuk menanyakan Amanda. Kepada keluarganya, Ronald sempat menanyakan keberadaannya yang kebetulan saat itu masih berada di Singapura. "Ronald itu mencurigai saya," ujar Acho.
Perkenalan Amanda dengan Ronald itu sendiri sejak akhir 2003, saat mereka berlibur ke Bali. Mulai saat itu, kedua sejoli semakin akrab hingga terjalin hubungan asmara. Bahkan, keduanya terdaftar dalam sebuah situs pertemanan. Dalam situs itu, Ronald menyatakan, Amanda adalah gadis yang sangat baik. Sementara Amanda menilai kekasihnya sebagai pria yang suka menolong, meski temperamental. Orang tua Amanda justru pertama kali mengenal Ronald pada awal 2004. Ronald dan Amanda juga kerap menjemput ibu korban sepulang kerja. Kegiatan itu mereka lakukan sepulang kuliah.
Tapi, kini semua kenangan itu telah musnah. Keluarga korban meminta Ronald dihukum mati atas perbuatannya. Menurut Sri, Ronald tak layak hidup. Pasalnya, bukannya melindungi, Ronald justru menyakiti dan membunuhnya. "Mestinya dia [Ronald] bertanggung jawab, Amanda kan pacarnya. Dia tidak punya perasaan," ujar Sri.
Begitu juga dengan Sapto, ayah korban. Menurut Sapto, selain Amanda, Ronald juga telah membunuh bayi yang tak berdosa. Apalagi, bayi yang tak berdosa itu adalah anak kandungnya sendiri. "Ini melanggar hak asasi manusia. Saya butuh keadilan," kata Sapto.
Kepergian Amanda juga dirasakan teman-temanya. Di mata teman-teman, Amanda yang hobi membaca dan mendengarkan musik adalah gadis yang penuh perhatian. Amanda dikenal cerdas, disiplin, dan cermat mengatur waktu. "Saya kehilangan dia [Amanda]," ujar Prima Widyaputri, seorang teman korban.(ORS/Tim Derap Hukum)