Kerusuhan SARA di Indonesia Disebabkan Faktor Nonreligius

Presiden Abdurrahman Wahid menggelar diskusi tentang kehidupan beragama di Indonesia. Acara itu dihadiri Presiden Republik Jerman Johanes Rau dan puluhan tokoh agama.

oleh Liputan6 diperbarui 21 Feb 2001, 08:34 WIB
Liputan6.com, Jakarta: Puluhan budayawan dan tokoh agama di Indonesia diundang Presiden Abdurrahman Wahid ke Bina Graha, Jakarta, Selasa kemarin. Bersama Presiden Republik Federal Jerman Johanes Rau, mereka diajak Gus Dur untuk mendiskusikan kehidupan beragama di Indonesia. Hasilnya: konflik antaragama yang ada di Tanah Air muncul karena faktor-faktor nonreligius.

Dari pengamatan SCTV, dari sekitar 24 budayawan dan tokoh agama yang diundang Presiden Wahid, hanya sebagian yang memenuhi undangan. Mereka yang hadir antara lain adalah Frans Magnis Suseno, mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim, dan budayawan Taufik Abdullah. Kepada Johanes Rau, para tokoh agama dan budayawan itu bergantian menjelaskan perihal kehidupan beragama di Indonesia.

Emil Salim menyatakan, saat ini bangsa Indonesia tengah mengalami banyak perubahan, termasuk perubahan orientasi dari nasionalistik menuju globalisasi. Sedangkan Taufik Abdullah justru menilai, toleransi beragama dan dialog adalah hal terpenting untuk menunjang keharmonisan kehidupan beragama. Menyinggung Kasus Ambon dan Maluku Utara, Taufik menyatakan, masyarakat Ambon tetap berpegang teguh pada adat yang dikenal dengan pela gandong.

Setelah mendengar uraian para tokoh itu, Johanes Rau memahami beragamnya budaya dan toleransi antar-umat di Indonesia. Selama ini yang muncul ke permukaan justru konflik yang berkaitan dengan suku, agama, ras, dan antargolongan. Padahal, ternyata faktor nonreligius juga menjadi penyebab konflik di Indonesia.(ULF/Donny Kurniawan)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya