Misteri Sari Gantung Diri

Maman kalap setelah perang mulut dengan Sari Asmawati. Tukang bakso itu lalu memukul istrinya yang tengah hamil lima bulan dengan botol. Ia juga menjerat leher sang istri dengan kain hingga tewas.

oleh Liputan6 diperbarui 21 Sep 2004, 21:42 WIB
Liputan6.com, Cianjur: Suatu malam di awal Agustus silam menjadi hari kelabu bagi warga Kampung Panembong Kaler, Cianjur, Jawa Barat. Sari Asmawati, warga setempat yang tengah hamil lima bulan, ditemukan tewas. Tubuhnya kedapatan tergantung di rumah kontrakannya. Warga gempar. Keluarganya juga. Mereka bertanya-tanya penyebab kematian Sari. Tersebar isu bahwa Sari tewas karena bunuh diri. Namun, pihak keluarga mengaku tak menemukan gelagat mencurigakan dari istri Maman itu.

Jasad Sari pertama kali ditemukan Agung, siswa kelas dua SMP yang saat itu berniat ke rumah Sari untuk meminta air minum. Agung mengaku mendapati pintu rumah Sari tertutup rapat, tak seperti biasanya yang selalu terbuka. Karena penasaran, dia melongok dari jendela. Sebuah pemandangan mencengangkan: Sari tergantung di bawah pintu.

Agung lalu mencari pertolongan kepada warga. Kebetulan, seorang ustaz bernama Sulaeman berdiri tak jauh dari rumah korban. Dengan tergesa, remaja itu menceritakan apa yang dilihatnya di rumah Sari. Spontan Sulaeman segera mendatangi lokasi kejadian. Bersama tetangga lainnya bernama Emah, Sulaeman mendobrak pintu kontrakan Sari. Setelah pintu terbuka, keduanya lalu menurunkan jasad korban dan meletakkannya di ruang tamu.

Dalam waktu singkat, berita kematian Sari tersebar ke seantero kampung. Warga kemudian melaporkan penemuan jasad korban ke personel Kepolisian Sektor Cianjur. Polisi segera mendatangi tempat kejadian perkara dan melakukan penyelidikan. Agung, Sulaeman, dan warga setempat lainnya dimintai keterangan. Polisi juga mengukur tinggi, lebar pintu, serta panjang kain yang melilit di leher korban. Hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan dengan tinggi tubuh korban.

Semula, polisi menduga bahwa Sari bunuh diri. Namun, polisi mencurigai luka memar di kening korban. Untuk mendapat kepastian, korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor untuk diotopsi. Dari hasil pemeriksaan diketahui, luka di kepala korban disebabkan pukulan benda tumpul. Dugaan baru kemudian muncul: Sari adalah korban pembunuhan. Polisi kemudian mengembangkan penyelidikan dan menemukan titik temu. Misteri terjawab, Maman sebagai orang terdekat Sari ditetapkan sebagai tersangka tunggal pembunuhan istrinya. Personel Polsek Cianjur lalu meringkus Maman.

Tewasnya Sari menimbulkan pertanyaan besar bagi keluarganya. Sebab, selama ini, Sari dikenal sebagai istri yang setia dan baik. Apalagi sebelum ditemukan tewas, Sari dan anak kandungnya yang bernama Wiwi, datang menemui orang tuanya, Nani Mustopa di Kampung Sedong, Bojongherang, Cianjur. Orang tua Sari mengaku tak melihat gelagat yang mencurigakan dari tingkah laku putrinya. Namun, Sari sempat berkeluh kesah tentang kehidupan rumah tangganya.

Sementara di mata tetangga korban, rumah tangga Sari-Maman tampak harmonis. Keduanya tinggal di rumah kontrakan berukuran 4 x 3 meter. Selama tinggal di Panembong Kaler, Sari juga dikenal warga setempat sebagai istri yang setia pada suami.

Sari dan sang suami berkenalan saat Maman masih menjadi tukang bakso keliling. Kala itu, janda beranak satu itu tertarik dengan sang arjuna yang berstatus duda. Awal percintaan berujung perkawinan. Apalagi orang tua Sari telah merestui pernikahan mereka. "Bapak menyuruh Eman [Maman] untuk mendapatkan ijin dari istri tuanya dulu, terus bapak restui pernikahannya," kata Nani Mustopa, ayah Sari.

Gairah pengantin baru membuat Maman makin ulet berdagang. Dari kegigihannya itu, Maman dapat mendirikan warung bakso di depan rumah kontrakannya yang hanya berukuran 3 x 4 meter di Panembong Kaler. Awal pernikahan, semuanya berjalan harmonis dan Sari mengandung. Namun, beberapa bulan kemudian, benih-benih cinta itu hilang. Belakangan, Sari baru mengetahui bahwa Maman ternyata tidak benar-benar bercerai. Ini diketahui Sari setelah istri tua Maman bersama tiga anaknya datang dari Garut ke rumah kontrakan. Bahkan, sang istri tua dan anak-anaknya menginap selama beberapa hari.

Sari kesal karena merasa dibohongi. Dia kerap mengadu tentang hal ini kepada kakaknya yang bernama Fatimah. "Ibadah, tawakal, kamu sedang mengandung, harus tabah," bujuk Fatimah, menirukan ucapannya bila Sari berkeluh kesah.

Meski Maman kerap menyatakan sangat mencintai korban, Sari tetap kesal. Pagi harinya, seperti biasa Maman menyiapkan gerobak baksonya. Setelah itu, Maman bermaksud beristirahat dan tidur sebentar. Namun, baru saja akan terlelap, tiba-tiba Wiwi--anak tirinya--menghampiri sang ayah dan merengek meminta uang jajan. Maman marah karena merasa terganggu. Lalu, dia menghardik Wiwi. Tak hanya itu, Maman juga mengusir Wiwi.

Melihat Wiwi diomeli Maman demikian keras, Sari naik darah. Ia langsung mengajak anaknya pulang ke rumah orang tuanya. Tak lupa, Sari membenahi semua pakaian Wiwi ke dalam tas. Maman kemudian meminta maaf. Ia mengaku khilaf memarahi Wiwi karena letih. Sari bergeming. Bujukan Maman tak mampu memadamkan amarahnya. Ia tetap beranjak ke rumah orang tuanya.

Sore hari, Sari kembali pulang ke rumah kontrakannya. Maman yang memang sedang menunggu istrinya kembali menjejali Wiwi dengan berbagai kata maaf. Maman juga menanyakan perihal Wiwi yang saat itu tidak kembali pulang bersama Sari. Jawaban Sari sama sekali tidak diduga Maman. Sang istri mengatakan Wiwi tidak akan dibawa kembali ke rumah. Ujungnya, Sari meminta Maman menceraikannya. Keinginan Sari untuk bercerai ditolak Maman. Sang suami tidak mau bahtera perkawinan yang dibinanya hilang begitu saja. "Jangan minta surat cerai, ini hanya godaan hidup," ujar Maman. Tetapi Sari tetap pada pendiriannya. Menurut Sari, omelan Maman yang mengusir Wiwi sama saja dengan pengusiran pada dirinya.

Perang mulut dengan dengan Sari membuat amarah Maman meninggi. Ia kalap dan memukul wajah istrinya. Entah setan mana yang merasuki Maman. Dia lalu mengambil botol dan memukulkannya ke kepala Sari. Tak ayal, sang istri tersungkur ke lantai dan pingsan. Maman yang gelap mata kemudian mengambil sehelai kain. Ia menjerat leher Istri tercintanya itu hingga tewas. Sadar telah membunuh istri sendiri, Maman lalu menggantung tubuh Sari ke depan pintu. Ini dilakukan untuk meninggalkan kesan bahwa Sari tewas karena bunuh diri. Usai itu, Maman pergi meninggalkan rumah.

Kepada polisi, Maman mengakui semua perbuatannya. Maman berdalih, dirinya marah karena Sari ngotot meminta bercerai. Menurut Kepala Polres Cianjur Ajun Komisaris Besar Polisi Anang Suhardi, Maman juga mengaku memukul kening Sari. "Pertama memukul pakai tangan, terus pakai botol. Pada saat itu dia membuat alibi dengan mengantung istrinya di pintu yang tak ada jendelanya," ungkap Anang.

Sementara keluarga korban marah mengetahui bahwa Mamanlah yang membunuh Sari. "Bapak tidak percaya karena tali ikatannya lemah seperti ayunan. Bapak juga tidak percaya kalau Sari bunuh diri," tandas Nani.

Kendati Maman mengaku menyesal telah membunuh Sari, sang istri tak akan hidup kembali. Kini Maman harus tinggal di sel tahanan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.(OZI/Johan Heru dan Andi Azril)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya