Cinta Bertepuk Sebelah Tangan yang Membawa Maut

Lantaran cinta bertepuk sebelah tangan, seorang pemuda menyimpan dendam dan kalap hingga membunuh Nita Handayani, dara berparas cantik warga Jalan Garuda Ujung, Kemayoran, Jakarta Pusat, di sebuah angkutan umum.

oleh Liputan6 diperbarui 29 Nov 2004, 21:23 WIB
Liputan6.com, Jakarta: Mendung masih menyelimuti rumah keluarga Nita Handayani di Jalan Garuda Ujung, Kemayoran, Jakarta Pusat. Kematian Nita, dua pekan silam, masih menyisakan kesedihan yang mendalam bagi keluarga, tetangga dan teman-temanya yang hadir saat tahlilan.

Nita meninggal dengan cara mengenaskan. Dara berparas cantik ini ditusuk dengan senjata tajam seorang pemuda di dalam Bus Kopaja 608 yang ditumpanginya selepas kerja di sebuah bank. Tak tanggung-tanggung, dalam tubuhnya ditemukan sedikitnya 11 luka tusukan. Nita sempat dirawat selama dua hari di rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong.

Sukiyah, ibu korban, sangat terpukul dengan kematian anak bungsunya ini. Air mata Sukiyah pun tak tertahan saat ia kembali teringat akan kenangan-kenangan manis bersama putrinya. "Kepukul benar. Padahal, terakhir ia minta disuapin," kenang Sukiyah.

Sebulan sebelum peristiwa tragis ini terjadi, menurut Cecep, kakak korban, adiknya memang pernah mendapatkan ancaman akan dibunuh. Pemuda itu adalah temannya semasa kuliah. "Mario memang pernah mengancam akan membunuh Nita tiga tahun silam lewat telepon-telepon gelapnya," kata Cecep.

Menurut Cecep, ancaman Mario itu sebenarnya sudah dilaporkan ke polisi pada 2001 dan langsung ditindaklanjuti. Masalah itu kemudian diselesaikan dengan membuat dua surat perjanjian yang ditandatangani Mario dan kedua orangtuanya. Isi surat itu menyatakan, Mario mengakui dirinya telah meneror Nita dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Belakangan, Mario tidak pernah sungguh-sungguh berjanji karena setelah tiga tahun berlalu ia kembali meneror Nita dan cukup gencar dalam enam bulan terakhir. Cinta bertepuk sebelah tangan ternyata membuat Mario gelap mata dan meradang.

Di ruang tahanan Mapolres Menteng, Jakarta Pusat, Mario memang mengakui perbuatannya. Mario mengaku hubungannya dengan Nita sebelumnya baik-baik saja dan akrab. Bahkan Mario sempat mengajak Nita pergi bersama-sama.

Namun, belakangan aku Mario, Nita secara halus mulai meninggalkannya. Nita selalu menolak ajakan Mario dengan alasan sibuk. Penolakan Nita yang menumpuk menyebabkan Mario benci dan marah. Dari sinilah teror mulai gencar dilancarkan.

Mario sebenarnya telah merencanakan pembunuhan itu dengan matang. Bahkan tersangka juga telah mengintai kegiatan sehari-hari korban. Saat Nita menaiki Bus Kopaja, Mario juga ikut naik lewat pintu belakang.

Saat melewati Tugu Tani, Jakarta Pusat, bus jurusan Blok M-Tanahabang yang ditumpangi Nita berjalan merambat karena jalanan ramai. Di dalam bus yang sarat penumpang itu, Mario menghampiri Nita dan langsung menusukkan pisau berkali-kali ke tubuh korban. Melihat kebrutalan Mario penumpang lain hanya bisa menjerit ketakutan tanpa ada yang berani membantu Nita.

Perbuatan biadab Mario tak berhenti sampai disitu. Nita yang telah terluka parah berusaha menyelamatkan diri dengan lari keluar bus. Namun, Mario kembali mengejarnya. Di luar bus Mario kembali menghujamkan pisaunya berkali-kali ke tubuh Nita.

Massa yang tak berdaya hanya meneriaki Mario copet. Mario baru sadar jiwanya terancam. Mario kemudian membuang pisau dan berusaha lari. Namun, usahanya gagal karena massa mengejar dan memukulinya hingga babak belur.

Kini, Nita yang dikenal rajin di keluarganya telah tiada. Kendati bekerja sambil kuliah wanita berusia 23 tahun ini masih menyempatkan waktu untuk membantu pekerjaan di rumah. Selain itu, sebagi anak bungsu, Nita juga dekat dengan ibu dan almarhum ayahnya. Ini terekam dalam buku harian Nita.

Rencananya dalam waktu dekat, Nita akan melangsungkan pernikahan dengan pria pilihannya. Berbagai pernak-pernik persiapan pernikahan telah dibeli Nita dengan pacarnya, Tri. Namun, rencana itu kandas seiring terbunuhnya Nita.

Sosok Nita cukup populer baik di lingkungan kampus atau di tempat kerjanya. Kristin, teman kuliah Nita, melihat korban sebagai mahasiswa yang mudah bergaul dan memiliki banyak teman. "Sekali waktu Nita pernah mengeluh banyak telepon-telepon yang mengancam," tutur Kristin.

Di lingkungan kerja, Nita juga dikenal sebagai orang yang ramah dan mudah bergaul. Barang-barang yang digunakan Nita sehari-hari di kantor masih dibiarkan tergeletak di meja kerjanya. Hendri, teman kerja Nita, menuturkan suatu waktu korban pernah curhat mengenai teror dari bekas temannya semasa kuliah. Kini, setelah Nita pergi untuk selamanya, keluarga, teman kuliah dan rekan kantor rindu akan keramahan dara dari Kemayoran itu.(YYT/Tim Derap Hukum SCTV)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya