Liputan6.com, Tarakan: Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Madya Slamet Soebijanto tiba di Tarakan, Kalimantan Timur, Ahad (6/3). Kehadiran pucuk pimpinan TNI AL di wilayah itu adalah untuk mengkoordinasikan kesiapan TNI AL dalam melaksanakan patroli di kawasan Ambalat. Tindakan ini diambil menyusul memanasnya situasi di kawasan yang diklaim secara sepihak oleh Malaysia dan pelanggaran wilayah kedaulatan Indonesia oleh Kapal Diraja (KD) Malaysia.
Slamet menegaskan, pelanggaran kedaulatan yang dilakukan Malaysia memaksa TNI AL untuk menambah pasukan. "Karena itu adalah tanggung jawab kita sebagai penjaga laut [Indonesia]," tegas Slamet saat dihubungi SCTV Ahad petang ini. Dia menganggap Malaysia telah melanggar batas. "Harus diberi pengertian," tambah pucuk pimpinan TNI AL itu.
Meski demikian, Slamet menjelaskan, situasi di perairan Sulawesi itu masih bisa kendalikan dengan baik. Masalah kedaulatan negara memang harus disikapi secara jeli dan cermat. Ini karena Indonesia dan Malaysia belum membicarakan secara baik batas wilayah pascalepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan.
Menanggapi pernyataan Wakil Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Razak yang mengatakan kehadiran kapal Malaysia adalah patroli laut rutin di wilayah Negeri Jiran sendiri, Slamet hanya berucap, "Kita pun bisa berpendapat seperti itu." Menurut Slamet, saat ini Malaysia mengklaim wilayah Karang Unarang dengan berpegangan pada peta yang dibuat mereka sendiri pada 1979.
Mengenai penambahan pasukan di wilayah Kaltim, ia menegaskan, langkah tersebut diambil sebagai bentuk peringatan kepada Malaysia. Slamet juga menjelaskan, kehadirannya di Tarakan bukan untuk memimpin pasukan. Kapasitasnya sebagai KSAL hanyalah untuk mempersiapkan dan mengkoordinasikan pasukan. Sedangkan pengguna pasukan alias pemegang komando ada di tangan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto yang tentu saja berdasarkan perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Untuk diketahui, saat ini sedikitnya lima kapal perang RI telah bersiaga di perairan Sulawesi ditambah dua pesawat intai maritim jenis Nomad 22. Selain itu, setidaknya dua kompi Marinir dari Batalyon V Marinir Surabaya dan tiga kapal tempur jenis korvet dan fregat diberangkatkan untuk membantu pasukan yang sudah ada di Ambalat dan Karang Unarang. Empat pesawat tempur TNI Angkatan Udara F-16 juga disiagakan di Lapangan Udara Sepinggan, Balikpapan, Kaltim [baca: Empat F-16 Disiagakan untuk Ambalat].
Mobilisasi pasukan dilakukan menyusul masuknya kapal perang Malaysia, KD Kerambit, ke perairan Karang Unarang yang masih termasuk blok Ambalat. Pada saat bersamaan, Kapal Republik Indonesia Rencong yang berpatroli juga melintas. Kedua kapal berada pada posisi relatif dekat dan hanya dibatasi kawasan Karang Unarang dengan jarak sekitar 500 meter [baca: Pembangunan Mercusuar Karang Unarang Dihentikan Sementara].(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV)
Slamet menegaskan, pelanggaran kedaulatan yang dilakukan Malaysia memaksa TNI AL untuk menambah pasukan. "Karena itu adalah tanggung jawab kita sebagai penjaga laut [Indonesia]," tegas Slamet saat dihubungi SCTV Ahad petang ini. Dia menganggap Malaysia telah melanggar batas. "Harus diberi pengertian," tambah pucuk pimpinan TNI AL itu.
Meski demikian, Slamet menjelaskan, situasi di perairan Sulawesi itu masih bisa kendalikan dengan baik. Masalah kedaulatan negara memang harus disikapi secara jeli dan cermat. Ini karena Indonesia dan Malaysia belum membicarakan secara baik batas wilayah pascalepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan.
Menanggapi pernyataan Wakil Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Razak yang mengatakan kehadiran kapal Malaysia adalah patroli laut rutin di wilayah Negeri Jiran sendiri, Slamet hanya berucap, "Kita pun bisa berpendapat seperti itu." Menurut Slamet, saat ini Malaysia mengklaim wilayah Karang Unarang dengan berpegangan pada peta yang dibuat mereka sendiri pada 1979.
Mengenai penambahan pasukan di wilayah Kaltim, ia menegaskan, langkah tersebut diambil sebagai bentuk peringatan kepada Malaysia. Slamet juga menjelaskan, kehadirannya di Tarakan bukan untuk memimpin pasukan. Kapasitasnya sebagai KSAL hanyalah untuk mempersiapkan dan mengkoordinasikan pasukan. Sedangkan pengguna pasukan alias pemegang komando ada di tangan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto yang tentu saja berdasarkan perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Untuk diketahui, saat ini sedikitnya lima kapal perang RI telah bersiaga di perairan Sulawesi ditambah dua pesawat intai maritim jenis Nomad 22. Selain itu, setidaknya dua kompi Marinir dari Batalyon V Marinir Surabaya dan tiga kapal tempur jenis korvet dan fregat diberangkatkan untuk membantu pasukan yang sudah ada di Ambalat dan Karang Unarang. Empat pesawat tempur TNI Angkatan Udara F-16 juga disiagakan di Lapangan Udara Sepinggan, Balikpapan, Kaltim [baca: Empat F-16 Disiagakan untuk Ambalat].
Mobilisasi pasukan dilakukan menyusul masuknya kapal perang Malaysia, KD Kerambit, ke perairan Karang Unarang yang masih termasuk blok Ambalat. Pada saat bersamaan, Kapal Republik Indonesia Rencong yang berpatroli juga melintas. Kedua kapal berada pada posisi relatif dekat dan hanya dibatasi kawasan Karang Unarang dengan jarak sekitar 500 meter [baca: Pembangunan Mercusuar Karang Unarang Dihentikan Sementara].(TOZ/Tim Liputan 6 SCTV)