Indonesia sebagai tuan rumah KTT APEC 2013 turut membuka dialog kebijakan tentang fasilitas perjalanan. Dialog tersebut melibatkan menteri pariwisata dan sejumlah menteri lainnya yang menangani sektor imigrasi, kepabeanan, dan perhubungan yang berasal dari anggota ekonomi APEC.
"Intinya empat sesi yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut adalah bagaimana membuat perjalanan antar negara APEC menjadi lebih cepat dan lebih mudah tanpa mengurangi aspek keamanan, itu prinsip dasarnya," ujar
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu dalam konferensi press usai membuka acara APEC High Level Policy Dialogue on Travel Facilitation, di Denpasar, Bali, Selasa (1/10/2013).
Fasilitas visa menjadi bahasan pertama yang dipimpin Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin. Dialog tersebut fokus membahas penggunaan teknologi untuk menyebarkan database secara merata. Selain itu, berbagai terobosan untuk meningkatkan fasilitas penggunaan visa oleh APEC.
"Salah satu yang berhasil adalah APEC Business Travel Card atau Kartu Perjalanan Pebisnis APEC. Jadi kalau punya kartu itu, dia tak perlu visa. Dia dapet line khusus begitu tiba di negara-negara APEC," jelas Mari.
Amir menambahkan, sejuh ini sudah ada 11 anggota APEC yang memperoleh fasilitas visa on arival. Selain itu, sudah ada 9 negara APEC yang memperoleh visa kunjungan singkat.
"Ke depan, sejalan dengan perkembangan teknologi, APEC business travel card menjadi bagian dari pelayanan publik kami," ujar Amir. Dia juga menyatakan siap untuk mendukung berbagai keperluan guna menyukseskan konferensi APEC.
Pembahasan kedua dalam dialog tersebut adalah informasi penumpang. Para penumpang dan pelancong diharapkan dapat memperoleh informasi tentang negara tujuan sebelum berwisata ke sana dan mempercepat perjalanannya.
"Di sini ada aspek teknologi, koordinasi dan kerjasama dalam membagi data antar negara," ujar Mari. Pertemuan tersebut akan dipimpin Direktur Jenderal Bea Cukai Agung Kuswandono.
Berikutnya adalah trusted traveler program yang membahas pengamanan serta kepercayaan terhadap pelancong dari sesama anggota APEC. Dibandingkan Mari dengan barang, akan dilihat terlebih dulu siapa importirnya.
"Dinilai dari importirnya, barangnya berisiko tinggi atau rendah, kalau rendah ya sedikit atau tidak ada pemeriksaan, bisa langsung masuk green line," tutur Mari.
Sama halnya dengan pelancong, bagi orang yang sudah terpercaya karena sering melakukan perjalanan atau memiliki sponsor bisa masuk dan keular dengan cepat. Contohnya di Indonesia adalah kartu saphire di mana pemiliknya dapat masuk dan keluar negara dengan mudah.
Agung menambahkan, fasilitas para pelancong asing akan disediakan dengan baik selama tidak ada pelanggaran yang dilakukan.
Dirinya juga berharap dapat memperkecil sentuhan bea cukai dan karantina agar para pelancong bisa menikmati perjalanannya. Meski demikian masalah keamanan tetap menjadi prioritas utama.
"Masalah keamanan, itu sudah tugas kami untuk melindugi negara. Kalau mereka (para pelancong) tidak termasuk pada kelompok yang membawa narkoba atau benda-benda yang dilarang, ya kami juga harus jaga mereka," ujar Agung.
Pembahasan terakhir dalam dialog tersebut terkait penyediaan program bandara yang ramah pengunjung atau tourist friendly airport program. Tujuan penyediaan program tersebut adalah untuk memberikan kenyamanan pada turis asing.
"Ini mulai darimana turis ngantri di imigrasi sampai dengan penyediaan informasi yang cukup di airport mengenai pariwisata. Clearance untuk barang, baggage dan kaitannya dengan bea cukai bisa mudah dan nyaman," tandasnya.(Sis/Fik/Nur)
"Intinya empat sesi yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut adalah bagaimana membuat perjalanan antar negara APEC menjadi lebih cepat dan lebih mudah tanpa mengurangi aspek keamanan, itu prinsip dasarnya," ujar
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu dalam konferensi press usai membuka acara APEC High Level Policy Dialogue on Travel Facilitation, di Denpasar, Bali, Selasa (1/10/2013).
Fasilitas visa menjadi bahasan pertama yang dipimpin Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsudin. Dialog tersebut fokus membahas penggunaan teknologi untuk menyebarkan database secara merata. Selain itu, berbagai terobosan untuk meningkatkan fasilitas penggunaan visa oleh APEC.
"Salah satu yang berhasil adalah APEC Business Travel Card atau Kartu Perjalanan Pebisnis APEC. Jadi kalau punya kartu itu, dia tak perlu visa. Dia dapet line khusus begitu tiba di negara-negara APEC," jelas Mari.
Amir menambahkan, sejuh ini sudah ada 11 anggota APEC yang memperoleh fasilitas visa on arival. Selain itu, sudah ada 9 negara APEC yang memperoleh visa kunjungan singkat.
"Ke depan, sejalan dengan perkembangan teknologi, APEC business travel card menjadi bagian dari pelayanan publik kami," ujar Amir. Dia juga menyatakan siap untuk mendukung berbagai keperluan guna menyukseskan konferensi APEC.
Pembahasan kedua dalam dialog tersebut adalah informasi penumpang. Para penumpang dan pelancong diharapkan dapat memperoleh informasi tentang negara tujuan sebelum berwisata ke sana dan mempercepat perjalanannya.
"Di sini ada aspek teknologi, koordinasi dan kerjasama dalam membagi data antar negara," ujar Mari. Pertemuan tersebut akan dipimpin Direktur Jenderal Bea Cukai Agung Kuswandono.
Berikutnya adalah trusted traveler program yang membahas pengamanan serta kepercayaan terhadap pelancong dari sesama anggota APEC. Dibandingkan Mari dengan barang, akan dilihat terlebih dulu siapa importirnya.
"Dinilai dari importirnya, barangnya berisiko tinggi atau rendah, kalau rendah ya sedikit atau tidak ada pemeriksaan, bisa langsung masuk green line," tutur Mari.
Sama halnya dengan pelancong, bagi orang yang sudah terpercaya karena sering melakukan perjalanan atau memiliki sponsor bisa masuk dan keular dengan cepat. Contohnya di Indonesia adalah kartu saphire di mana pemiliknya dapat masuk dan keluar negara dengan mudah.
Agung menambahkan, fasilitas para pelancong asing akan disediakan dengan baik selama tidak ada pelanggaran yang dilakukan.
Dirinya juga berharap dapat memperkecil sentuhan bea cukai dan karantina agar para pelancong bisa menikmati perjalanannya. Meski demikian masalah keamanan tetap menjadi prioritas utama.
"Masalah keamanan, itu sudah tugas kami untuk melindugi negara. Kalau mereka (para pelancong) tidak termasuk pada kelompok yang membawa narkoba atau benda-benda yang dilarang, ya kami juga harus jaga mereka," ujar Agung.
Pembahasan terakhir dalam dialog tersebut terkait penyediaan program bandara yang ramah pengunjung atau tourist friendly airport program. Tujuan penyediaan program tersebut adalah untuk memberikan kenyamanan pada turis asing.
"Ini mulai darimana turis ngantri di imigrasi sampai dengan penyediaan informasi yang cukup di airport mengenai pariwisata. Clearance untuk barang, baggage dan kaitannya dengan bea cukai bisa mudah dan nyaman," tandasnya.(Sis/Fik/Nur)