Sukses

Kenakan Pajak 100% ke BBM, Eropa Raup Rp 500 Triliun

Pemerintah disarankan untuk menetapkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada satu harga dan menghapus subsidi secara bertahap.

Dewan Energi Nasional (DEN) mengusulkan kepada pemerintah untuk menetapkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada satu harga dan menghapus subsidi secara bertahap. Hal ini dikarenakan energi fosil tidak semestinya diberikan subsidi lantaran seluruh negara ingin mengurangi penggunaannya.

"Harusnya pakai sistem satu harga. Tapi kok energi fosil (BBM) malah disubsidi, padahal kita mau menguranginya. Jadi yang harus disubsidi adalah energi terbarukan, sedangkan subsidi energi fosil secara perlahan harus dicabut dan dalan jangka panjang dipajak," tutur Anggota DEN Herman Darnel Ibrahim di Nusa Dua, Bali, Rabu (2/10/2013).

Berbeda dengan Eropa, sambung dia, pemerintah setempat bukan harus menggelontorkan subsidi, tapi justru mendapat pemasukan sekitar Rp 500 triliun dari penetapan harga energi fosil atau minyak.

"Berdasarkan hitung-hitungan saya, premium atau pertamax di Eropa justru dikenakan pajak hingga 100%. Jadi  harganya 1,6 euro sampai 1,7 euro per liter. Harusnya pemerintah Indonesia pelan-pelan ke arah sana dan malah mendapatkan income besar dari penjualan BBM. Sehingga perekonomian dan pengembangan energi bisa terbangun dengan baik," tukasnya.

Dia mengkhawatirkan kenaikan biaya transport akan menurunkan pendapatan masyarakat karena ikut terpengaruh pula terhadap inflasi serta harga barang-barang konsumsi, termasuk sembako.

"Solusi terbaik ke depan adaalah perubahan harga BBM yang brpengaruh kepada biaya hidup, dan secara otomatis ada penyesuaian upah minimum atau upah pegawai, khususnya pegawai mnengah ke bawah," ujarnya.

Untuk itu, tambah Herman, pemerintah harus mulai mendorong penggunaan bahan bakar nabati, terutama biofuel dari kepala sawit mentah (crude palm oil/CPO). (Fik/Ndw)

EnamPlus