Sukses

Kisah Dara Indonesia yang Bekerja sebagai Sport Trainer Singapura di Asian Games 2018

Henny Listiani merupakan seorang sport trainer Tim Pencak Silat Singapura di Asian Games 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Usianya baru 23 tahun, lulus kuliah pun belum. Tapi, Henny Listiani sudah dapat merantau ke negeri tetangga. Sebagai seorang sport trainer, perempuan kelahiran Jakarta ini merupakan ofisial dari Tim Pencak Silat Singapura di Asian Games 2018.

Lahir dan besar di ibu kota, ternyata rezeki Henny nyangkut di Negeri Singa. Tim Pencak Silat Singapura memberikannya kesempatan untuk bekerja dan berkarya. Tugas Henny sebagai sport trainer adalah memberikan program recovery kepada pesilat.

"Kerja sebagai sport trainer itu adalah sebelum dan sesudah atlet latihan dan bertanding, diberikan stretching, tapping bagian (kalau) ada cedera, dan program recovery. Programnya seperti sport massage, ice bath, pump recovery, contrast bath dan sebagainya," buka Henny kepada Liputan6.com.

Pilihannya untuk bergabung dengan salah satu jasa pelayanan recovery di Jakarta pada 2016 lalu membuka jalan Henny terbang ke Singapura. CEO Federasi Silat Singapura (PERSISIS), Mr. Sheik Alau’ddin Yacoob Marican meminta jasa pelayanan recovery tersebut mengirimkan sport trainer terbaiknya untuk melengkapi ofisial Tim Pencak Silat Singapura di SEA Games 2017. Berkat kinerjanya yang dinilai mumpuni, Henny pun direkomendasikan ke PERSISIS.

Ujian pertama Henny sebagai sport trainer Tim Pencak Silat Singapura adalah pada SEA Games 2017. Seusai perhelatan tersebut, mahasiswi Universitas Negeri Jakarta ini kembali ke Indonesia untuk menyelesaikan suatu kewajiban yang tertunda; mengerjakan skripsi.

Pada April 2018, Henny kembali dipanggil Tim Pencak Silat Singapura yang tengah berfokus menatap Asian Games 2018. "Kontrak aku berakhir pada September 2018 atau setelah Asian Games 2018 selesai," ujar Henny.

 

*Update terkini Asian Games 2018 mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga informasi terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di sini

2 dari 5 halaman

Awalnya Atlet Futsal

Usut punya usut, pekerjaan sport trainer bukan pilihan utama Henny. Mulanya, alumnus SMA Negeri 1 Tajurhalang, Kabupaten Bogor itu merupakan atlet futsal. Naas, Henny mengalami cedera lutut dan tulang ekor pada 2015 lalu. Jadilah perempuan berhijab ini memutuskan untuk banting stir menekuni dunia sport trainer.

"Cedera waktu pertandingan Turnamen Kejurnas Brawijaya, Malang waktu 2015 lalu," kata Henny.

Menimba ilmu pada Fakultas Ilmu Keolahragaan UNJ membuka kesempatan Henny untuk berkarier sebagai sport trainer. "Nyambung sekali. Waktu kuliah, ada mata kuliah penanganan cedera olahraga, anatomi, fisiologi, massage, selebihnya belajar dan sertifikasi di luar," tuturnya.

Banyak ilmu yang dipetik Henny setelah bekerja sebagai sport trainer Tim Pencak Silat Singapura. Di luar itu, ada pula kesempatan emas yang terlalu mubazir untuk dilewatkannya, yaitu berkeliling dunia. "Aku pernah ke Malaysia, Vietnam, Thailand, Belgia, dan Inggris," kata Henny.

"Aku juga mendapat pengalaman sharing dengan sport trainer dari negara lain. Jalan-jalan. Senang juga mengaplikasikan ilmu ke atlet. Selanjutnya ingin sharing ke berbagai komunitas olahraga," imbuhnya.

3 dari 5 halaman

Perbedaan Olahraga Indonesia dengan Singapura

Hampir setahun berkarier di negeri tetangga, Henny mengalami perbedaan kondisi olahraga di Singapura dengan Tanah Air. "Kalau di Indonesia, pelatih sama ofisial lain mereka tidak terlalu terbuka satu sama lain. Jadi ada kejadian temen aku (ofisial) di salah satu cabor, sudah berkontribusi untuk persiapan Asian Games 2018, saat di akhir tidak diperjuangkan untuk masuk ke Tim Indonesia," tutur Henny.

"(Kalau) di Singapura, diperjuangkan. Setiap ofisial benar-benar diperjuangkan, mereka menghargai kerja keras semua ofisial dan bekerja bersama-sama, tidak memandang pelatih atau asisten pelatih," katanya menambahkan.

Berkelana di negeri tetangga tidak membuat Henny lupa dengan Indonesia. Kalau ada tawaran masuk untuk memulangkannya, Henny pun bersedia. "Mau sekali. Tidak harus di cabor pencak silat. Tawaran sih ada, tapi ada kendala. Aku tidak suka dengan sistem Pengurus Besar (PB Olahraga)," imbuhnya.

Risiko paling besar menjadi ofisial pada cabor negara lain adalah jauh dari keluarga. Henny pun hanya punya waktu tiga hari untuk pulang ke Indonesia. Sisanya, dihabiskan bekerja di Singapura.

"Aku setiap bulan pasti pulang ke Indonesia, tapi paling lama tiga hari karena jatah liburnya seperti itu. Kalau aku rindu dengan keluarga, caranya aku video call saja. Toh, keluarga pun sudah mengerti," kata Henny.

"Waktu tiga hari itu pun aku habiskan untuk mengurus kuliah dan bertemu teman-teman," tuturnya.

4 dari 5 halaman

Bukan Tukang Urut

Pekerjaan sebagai sport trainer tidak melulu memberikan kebahagiaan. Masih ada beberapa pihak yang menganggap profesi ini sebagai tukang urut. Maka dari itu, Henny pun mencoba menjabarkan perannya sebagai sport trainer.

"Di Indonesia, masih banyak yang meragukan profesi sport trainer. Mereka tahunya kita tukang urut. Kita ada di bawah fisioterapi, sebenarnya sama saja. Kita recovery, dan fisioterapi itu menangani cedera. Ke depannya, aku mau memperjuangkan status sport therapist/sport trainer agar diakui oleh masyarakat dan dinas kesehatan," ujar Henny.

5 dari 5 halaman

Sport Trainer Dian Sastro

Bukan hanya bekerja untuk Singapura, Henny juga menjadi sport trainer pribadi aktris papan atas Indonesia, Dian Sastrowardoyo. Kontraknya bersama Tim Silat Singapura yang akan berakhir selepas Asian Games 2018 membuat fokus Henny bakal beralih ke tugas lain.

Selain itu, mahasiswa semester sembilan tersebut juga ingin sesegera mungkin membanggakan kedua orang tuanya dengan menjadi sarjana.

"Aku sudah sidang skripsi, tinggal revisi saja. Aku juga lagi rutin menggelar program recovery untuk Dian Sastrowardoyo dan kawan-kawan jelang persiapan lari marathon di Berlin, Jerman," tutur Henny mengakhiri.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini