Sukses

Minim Keringat, E-Sports Layak jadi Cabang Olahraga?

E-Sports masuk menjadi salah satu cabang olahraga dalam Asian Games 2018. Apa yang membuat e-sports layak disebut sebagai olahraga?

Liputan6.com, Jakarta Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang banyak menghadirkan kejutan, salah satunya menambah 10 cabang olahraga (cabor) baru untuk dipertandingkan. Salah satunya adalah cabang olahraga E-Sports (Electronic Sport) yang dihelat pada 26 Agustus berdasarkan jadwal yang dikeluarkan oleh Asian Electronic Sport Federation.

Bagi sebagian masyarakat Indonesia tentunya awam mendengar cabang olahraga satu ini. Tak jarang yang mempertanyakan, bagaimana mungkin bermain game yang kerjanya hanya duduk-duduk, menekan tombol kibor dan mouse, menjadi ajang yang masuk kategori olahraga, padahal amat minim berkeringat? Anggapan tersebut mungkin saja salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar.

Ya, yang tertanam dalam benak kita selama ini olahraga adalah sebuah aktivitas fisik yang dilakukan secara intensif, ritmis, berkesinambungan dan melibatkan sistem kerja jantung, kekuatan dan kelenturan otot, serta sistem koordinasi tubuh. Atau dengan kata lain untuk masuk kategori olahraga harus berkeringat hebat.

Tapi kita lupa tak semua olahraga dipertandingkan di event olahraga besar harus melulu mengucurkan keringat, salah satu contohnya ialah cabang olahraga catur yang masih diakui hingga saat ini.  Secara garis besar ada tiga komponen utama dalam olahraga, yaitu kebugaran, koordinasi tubuh, dan strategi. Mari kita bandingkan apakah tiga komponen tersebut ada pada cabor E-Sports?

Kebugaran

Kebugaran adalah kunci atlet dari semua olahraga. Kebugaran menentukan stamina agar atlet bisa melakukan gerakan olahraga secara benar dan tepat. Walaupun level kebugaran tak sekelas atlet cabor lain, kebugaran fisik atlet E-Sports lebih dituntut agar kuat duduk di depan komputer hampir sekitar 14 jam sehari. Untuk mencapai kebugaran tersebut tentunya diperlukan kedisiplinan dalam mengonsumsi makanan bernutrisi tinggi dan olahraga teratur.

Koordinasi tubuh

Koordinasi antara kecepatan dan reaksi tubuh dalam olahraga menghasilkan ketepatan menghindar, reaksi mata dalam melihat objek, dan kemampuan dalam memetakan ruang. Tak terkecuali para gamer yang dituntut memiliki kemampuan berpikir dan refleks sangat cepat. Seorang gamer profesional dapat melakukan 300 aksi per menit, baik saat bermain single maupun kelompok.

Strategi

Untuk menang semua cabang olahraga memerlukan strategi yang matang, terutama saat bermain dalam tim. Beberapa game tertentu membutuhkan strategi kompleks karena mempunyai tingkat kesulitan tinggi. Tentu saja diperlukan juga skill pemain yang bagus dalam mengatur strategi. Bahkan, beberapa penelitian menyebut game membutuhkan strategi lebih kompleks dibandingkan olahraga catur.

Michal Blicharz, seorang mantan atlet judo timnas Polandia, setuju E-Sports digolongkan sebagai salah satu cabang olahraga. Menurutnya, olahraga tak bisa dinilai dari seberapa banyak keringat yang mengucur, tapi dari ketiga komponen olahraga di atas. Jika ketiga komponen tersebut sudah terpenuhi, maka suatu aktivitas dapat digolongkan sebagai olahraga.

Jadi, E-Sports bukan olahraga yang melibatkan seluruh anggota tubuh seperti sepak bola atau badminton. Faktor keterampilan, kecepatan, adu strategi sampai kekuatan serta soliditas tim, menjadi modal utama.

INASGOC sebagai penyelenggara operasional Asian Games 2018 akan memperkenalkan enam nomor E-Sports yang dipertandingkan. Asian Games 2018 menjadi ajang uji coba kompetisi E-Sports dan olahraga elektronik ini direncanakan menjadi cabang prestasi mulai di Asian Games Hangzhou 2022. Dari keenam nomor dipertandingkan salah satunya adalah game bergenre Multiplayer Online Battle Arena (MOBA), yaitu AOV (Arena Of Valor).

Latar AoV di Asian Games 2018

AOV menjadi satu di antara nomor yang tergolong bergengsi. Selain berstatus satu di antara MOBA terbaik, AOV populer di kalangan gamers. Tercatat, ada 150 juta pengguna aktif per bulan memainkan games tersebut di seluruh dunia.

Game MOBA tak asing lagi di pentas dunia. Meski tak resmi, sisi apresiasi tidak main-main. Mirip dengan kompetisi sepak bola yang diusung FIFA, MOBA juga memiliki kompetisi tingkat usia yang biasanya diselenggarakan tiap musim. Inilah penyebab games MOBA masih bertahan dan begitu diminati penikmat game dari berbagai kelas.

Sebanyak 45 negara memamerkan skill para pemain mereka unjuk gigi di cabang E-Sports Asian Games 2018. Tim AOV Indonesia akan diwakili oleh lima gamer, yaitu Glen Richard, Ilham Bahrul, Hartawan Muliadi, Muhammad, dan Farhan Akbar. Mereka terpilih menjadi wakil Indonesia melalui proses kualifikasi ketat timnas AOV yang diadakan pada 24 - 26 Mei lalu.

Jadi, Sahabat Liputan6.com yang mencintai AOV, sudahkah Anda menikmati sajian anyar tersebut sepanjang Asian Games 2018?

 

 

(Adv)