Sukses

Kisah Penjual Kambing yang Andalan Indonesia di Asian Para Games

Bolo Triatno, atlet menembak yang akan turun di cabang para-shooting Asian Para Games 2018.

Jakarta - Kecintaan terhadap olahraga membawa Bolo Triatno menapaki karier atlet setelah mengalami insiden terburuk dalam hidupnya saat berusia 18 tahun. Sempat menekuni atletik dan menyumbang medali untuk Indonesia, kini dia siap berjuang di Asian Para Games 2018 pada cabang olahraga menembak.

Pria yang akan genap berusia 33 tahun pada 12 Oktober 2018 itu sudah menorehkan prestasi bagi Indonesia di cabang olahraga menembak sejak ASEAN Para Games 2015 di Singapura.

Saat itu Bolo Triyatno berhasil mempersembahkan satu medali perak dari nomor R4 10 meter air rifle standing SH2 dan satu medali perunggu dari nomor R5 10 meter air rifle prone SH2. Prestasi itu membuatnya kembali akan menjadi andalan Indonesia di Asian Para Games 2018. 

 

Baca Juga

  • Asian Para Games: Tim Anggar Kursi Roda Indonesia Percaya Diri Sumbang Perunggu
  • Target Tinggi Pebulutangkis Nomor Satu Dunia di Asian Para Games 2018
  • Jelang Asian Para Games 2018, APC Puji Persiapan Indonesia

Keikutsertaan Bolo Triatno sebagai atlet menembak di ASEAN Para Games 2015 dan Asian Para Games 2018 tak lepas dari hobi berburu ikan yang kerap dilakukannya di kampung halamannya, Sragen.

"Dari hobi tersebut saya menyalurkannya ke olahraga dan mengikuti seleksi menembak. Alhamdulillah saya berhasil lolos seleksi untuk ASEAN Para Games 2015 di Singapura dan berhasil mempersembahkan medali," ujar Bolo Triatno kepada Bola.com, Selasa (18/9/2018). 

Menjadi atlet menembak bukan hal pertama yang dilakukan Bolo Triatno. Sebelumnya, penyandang disabilitas yang kehilangan tangan kanan karena diamputasi itu juga sudah mengharumkan nama Indonesia lewat cabang olahraga atletik sejak 2003. Medali dari ASEAN Para Games dan Peparnas menjadi langganan Bolo di nomor lari jarak pendek.

"Saya dulu merupakan sprinter untuk lari jarak 100 meter, 200 meter, dan 400 meter. Pertama kali saya tampil di ASEAN Para Games 2003 di Vietnam. Saat itu saya meraih satu medali emas dan dua medali perunggu," papar Bolo soal prestasi awal di cabang atletik.

"Kemudian saya tampil di Peparnas 2004 di Palembang dan meraih tiga medali emas dan satu medali perak. Saya berlanjut ke ASEAN Para Games 2005 di Filipina dan meraih dua medali emas dan satu medali perunggu. Kemudian Peparnas 2008 di Samarinda saya meraih tiga medali perak," lanjutnya.

Bolo memang sangat menyukai olahraga. Bahkan dia mengaku semakin menyukai olahraga saat masuk pusat rehabilitasi setelah tangan kanannya diamputasi karena insiden buruk yang menimpanya saat bekerja.

"Saya menjadi seperti ini pada umur 18 tahun. Saya bekerja karena sekolah hanya sampai SMP. Kerja di perusahaan dan membuat pakan ternak. Tangan saya masuk ke dalam mesin, dan langsung menjadi 28 potong. Saya mengalami itu pada 2001, dan langsung diamputasi pada April 2001. Pada Juli 2003 Saya masuk rehabilitation centre. Ada olahraga sebagai menu rehabilitasi dan saya mengikutinya," ujar Bolo.

"Jiwa saya sudah sebagai olahragawan. Apa pun dan di mana pun, kalau sudah melihat olahraga pasti senang. Saya secara pribadi sangat senang melihat olahraga walau tidak bisa melakukannya dan hanya sebatas menonton," lanjut atlet yang akan turun di nomor air rifle prone SH2 maupun air rifle standing SH2 pada Asian Para Games 2018 itu.

Sumber: Bola.com

2 dari 2 halaman

Jual Kambing Orang Tua demi Sepatu

Namun, perjalanan karier Bolo Triono tak sepenuhnya berjalan mulus. Keinginannya menjadi atlet sempat tak didukung orang tuanya. Mereka tak yakin dengan langkah yang akan diambil oleh putra bungsu dari tiga bersaudara itu. Keraguan orang tua Bolo tak lepas dari kondisi finansial mereka yang kurang berkecukupan. 

Bahkan, Bolo sampai nekat menjual kambing milik keluarganya untuk bisa membeli sepatu yang akan digunakannya untuk mengikuti pelatnas. 

"Saya ini awalnya anak kampung. Saya berasal dari Kampung Karungan, Plupuh, Sragen. Saya dilahirkan dari keluarga tidak mampu. Saat saya hendak mengikuti pelatnas, orang tua saya tidak percaya, padahal saya harus membeli sepatu untuk bisa mengikuti pelatnas," kisah Bolo.

"Saya ingin menjual kambing milik keluarga, tapi orang tua saya tidak mengizinkan. Ketika orang tua saya pergi kerja, saya menjual kambing itu untuk membeli sepatu. Namun, sepulangnya mengikuti pelatnas di luar negeri, saya langsung membelikan orang tua saya seekor sapi," lanjut Bolo dengan penuh bangga.

Kini Bolo sudah menjadi pahlawan Indonesia di bidang olahraga. Kecintaannya terhadap bangsa Indonesia dan olahraga membuatnya tidak bisa berhenti untuk berlatih dan berprestasi lewat dunia olahraga.