Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memastikan proses pemasangan tiang pancang (groundbreaking) pembangunan megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS) tak akan berjalan pada tahun ini. Molornya pengerjaan proyek senilai Rp 200 triliun itu akibat adanya pergantian pemerintahan baru.
"Tidak bisa tahun ini karena ada pergantian pemerintahan baru," ujar Deputi Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Dedy Priyatna ditemui usai Rakor Infrastruktur, Jakarta, Rabu (26/2/2014).
Dedy menegaskan, pembangunan JSS yang menghubungkan Banten-Lampung harus tetap berjalan sesuai rencana. Alasannya, proyek tersebut sudah menyedot dana investasi dari investor yang mengerjakan pra-studi kelayakan (feasibility study/FS).
"Kan Peraturan Presiden (Perpres) sudah jalan dan sudah ada investasi, masa tidak dijalankan. Nanti kalau ada perubahan revisi Perpres itu hak dari Presiden baru. Tapi JSS harus tetap jalan," paparnya.
Menurut Dedy, jika pemerintahan yang baru membatalkan pembangunan proyek JSS, Indonesia justru kena sanksi. Isu terpenting, pemerintahan baru bakal dianggap mengganggu jalannya investasi.
"Sudah ada investor yang bikin pra FS dan itu dananya tidak sedikit sekitar Rp 1 triliun-Rp 1,5 triliun. Kalau kemudian tiba-tiba dibatalkan, harus mengembalikan uang dan plus-plusnya," tegas dia.
Hingga kini proyek pembangunan JSS di level pemerintah telah memasuki tahap usulan perusahaan kontraktor. Pemerintah berharap proyek ini digarap oleh beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) beserta pemrakarsa yaitu Graha Banten Lampung sejahtera (GBLS).
"Pemrakarsa akan ikut. Jadi pendanaannya sekemampuan BUMN, nanti Menteri BUMN yang mengumpulkan dari perbankan mana saja. Inilah yang akan jadi share BUMN, tapi bisa saja BUMN itu minoritas," kata Dedy.(Fik/Shd)
RI Tanggung Penalti Andai Jembatan Selat Sunda Batal
Megaproyek Jembatan Selat Sunda telah menelan investasi awal antara Rp 1 triliun-1,5 triliun.
Advertisement