Liputan6.com, Jakarta Bupati Kutai Timur, Isran Noor yakin dapat memenangkan gugatan Churchill Mining Plc setelah International Center for Settlement of Incesment Dispute (ICSID) mengeluarkan putusan sela tentang yurisdiksi.
Isran menuturkan, pihaknya sudah menyiapkan dan memiliki bukti-bukti kuat untuk memenangkan gugatan perusahaan tambang asal Inggris itu. Bukti-bukti tersebut antara lain pemalsuan tanda tangan dan nomor surat.
Selain itu, menurut Isran, pihak grup Ridlatama yang yang menjual sahamnya ke Churchill telah melanggar peraturan Penanaman Modal Asing (PMA) yang melarang kepemilikan izin usaha pertambangan ke pihak asing.
Advertisement
"Kami sudah siap bahan dokumen, banyak (dokumen yang disiapkan)," kata Isran, dalam konfrensi pers di kantor sekretariat Akpasi, Jakarta, Selasa (4/3/2014).
Isran menambahkan, perusahaan asing hanya boleh kontrak karya dan perjanjian kontrak penambangan batu bara (PKP2B). Sedangkan grup Ridlatama memiliki 75%.
Isran pun yakin ICSID merupakan lembaga hukum yang memiliki kredibelitas sehingga dapat menilai pihak yang benar. Ia enggan mengungkapkan kemungkinan pihak Indonesia kalah dengan Churchill, dan jika kalah harus membayar gugatan sebesar US$ 1,05 miliar.
"Saya tidak bicara soal itu (kekalahan Indonesia), saya yakin tidak akan kalah, yakin apa yang saya sampaikan sebuah kebenaran, lembaga ICSID lembaga yang punya reputasi. Isitlah kalau-kalau tidak ada kami pasti menang," pungkasnya.
ICSID menyatakan memiliki wewenang untuk memeriksa gugatan gugatan arbitrase Churchill Mining PLC dan Planet Mining Pty Ltd terhadap Pemerintah Indonesia. Pernyataan ini merupakan keputusan Tribunal ICSID yang disampaikan pada 24 Februari 2014.
International Center for Settlement of Invesment Disputes/ICSID telah menolak keberatan pemerintah Indonesia atas gugatan perusahaan tambang Churchill. Perusahaan tambang ini merasa dirugikan oleh kebijakan pemerintah Indonesia sehingga mengajukan arbitrase.
Pengajuan ini karena dicabutnya izin kuasa pertambangan (KP) yang diakuisi miliknya oleh pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Gugatan ini berawal dari pencabutan lima KP di daerah Kutai Timur. Churchill menilai, empat dari lima KP itu milik grup Ridlatama yang merupakan anak usahanya.