Sukses

Harga Minyak Mengucur Turun Dipicu Ketegangan Ukraina yang Berbalik Arah

Harga minyak mentah turun tajam setelah terjadi lompatan besar dari kondisi di sehari sebelumnya terkait kekhawatiran di Ukraina.

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah turun tajam setelah terjadi lompatan besar dari kondisi di sehari sebelumnya terkait kekhawatiran bahwa kemajuan militer Rusia ke Ukraina dapat mengakibatkan sanksi ekonomi terhadap salah satu pemasok energi utama dunia tersebut.

Melansir laman Associated Press, Rabu (5/3/2014), patokan minyak mentah AS untuk pengiriman April turun US$ 1,58 menjadi US$ 103,34 per barel di perdagangan elektronik di New York Mercantile Exchange. 

Minyak mentah Brent , yang digunakan untuk menetapkan harga minyak mentah varietas internasional turun US$ 1,83 menjadi US$ 109,37 per barel di bursa ICE Futures di London.

Pasukan Rusia telah menguasai semua pos perbatasan Ukraina di semenanjung Crimea strategis. Ada kekhawatiran bahwa Kremlin akan melakukan perampasan tanah di wilayah timur Ukraina, menambahkan urgensi untuk upaya Barat untuk meredakan krisis.

Namun, Barat tampaknya memiliki pilihan terbatas. Senjata paling jelas dari Uni Eropa dan AS tampaknya hanya berupa sanksi ekonomi yang akan membekukan aset Rusia dan memo penawaran bernilai multi-miliar dolar kepada Rusia.

Selanjutnya ternyata Presiden Rusia Vladimir Putin menarik pasukannya kembali dari perbatasan Ukraina tetapi mengatakan Moskow berhak untuk menggunakan segala cara untuk melindungi Rusia di Ukraina.

Dia menuduh Barat mendorong sebuah kudeta anti - konstitusional di Ukraina dan menyatakan bahwa sanksi oleh Barat terhadap Rusia akan menjadi bumerang.

Rusia adalah produsen terbesar minyak kedua di dunia pada 2012, berkontribusi 12,6% dari pasokan global, menurut Badan Energi Internasional. Negara ini juga eksportir top dunia gas alam.

Jadi, setiap sanksi ekonomi terhadap Moskow dapat membatasi pasokan minyak dunia dan mendorong kenaikan harga, bahkan meski persediaan Eropa sedang berlimpah.

"Uni Eropa tidak akan mampu melakukannya tanpa minyak Rusia ... terutama karena embargo minyak terhadap Iran tetap berlaku dan produksi minyak di Libya masih sangat terhambat , " kata analis di Commerzbank di Frankfurt dalam sebuah catatan kepada klien.

Â