Liputan6.com, Jakarta Nasabah PT BPR Artha Makmur Ranggoini Jahja dan suaminya bernama Hendro Rahtomo merasa ditipu oleh BPR Restu Artha Makmur Semarang dan Restu Mandiri Makmur Yogyakarta atas kredit sekitar Rp 1 miliar.
Mulanya Ranggoini mengajukan pinjaman senilai Rp 800 juta dari BPR Restu Artha Makmur Semarang dan Rp 200 juta dari Restu Mandiri Makmur Yogyakarta. Jangka waktu kredit selama satu tahun mulai 12-12-2011, dan berakhir 12-12-2012.
Hendro harus melunasi utang itu dengan bunga yang dibebankan sekitar Rp 22,5 juta per bulan hingga 11 bulan. Bila bunga tersebut telat dibayar maka ada tambahan beban bunga 0,25% per hari dihitung dari pokok utang ditambah bunga yang belum dibayar.
Advertisement
Selain itu, Hendro juga harus membayar biaya administrasi sebesar 3% flat yang harus dibayarkan pada saat penandatanganan pengakuan utang sebesar Rp 30 juta.
Namun dalam perjalanannya, Hendro merasa skema pembayaran dan bunga tersebut memberatkan. Ia pun mengajukan take over kepada BPD Kulon Progo dengan pertimbangan suku bunga yang lebih ringan. Namun pengajuan take over itu ditolak oleh BPD Kulon Progo karena tidak adanya data dalam sistem informasi debitur.
Lalu muncul pihak ketiga Winarto untuk menyelesaikan pinjaman dari PT BPR Artha Makmur dengan ketentuan utang piutang dan pembebanan bunga sebesar Rp 1,27 miliar. Pinjaman itu harus dikembalikan dalam waktu tiga bulan.
Winarto pun menalangi utang tersebut dengan jaminan aset milik Hendro. Dalam kesepakatan itu pun dibuat akta antara klien dengan istri Winarto Ny Maylinawati Soegiarto.
Namun ada tiga akta yang dibuat yaitu akta perikatan jual beli nomor 151 pada 26 Februari 2013, akta kuasa menjual nomor 152 pada 26 Februari 2013, dan akta perjanjian pengosongan nomor 153 pada 26 Februari 2013.
Menurut keterangan yang diterbitkan, Rabu (5/3/2014), akta jual beli itu dibuat seolah olah terjadi jual beli antara Maylinawati Soegiarto dengan Hendro Utomo senilai Rp 1,27 miliar.
Padahal kesepakatan itu adalah pihak ketiga menalangi utang dan utang itu beralih ke pihak ketiga dengan jangka waktu tertentu dengan bunga dan denda.
Oleh karena, Hendro belum dapat mengembalikan pinjaman maka terancam kehilangan asetnya. Pihaknya pun mencoba menegosiasikan kembali untuk melunasi utang tersebut tetapi ditolak oleh Maylinawati. "Mereka berusaha mengambil alih aset yang dijaminkan," ujar Ranggoini.
Ranggoini pun bersama kuasa hukumnya meminta bantuan kepada pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menindak lanjuti kasus tersebut. Sebelumnya Ranggoini telah mengadukan masalah ini kepada Bank Indonesia perwakilan wilayah V.