Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa memastikan keputusan pemerintah mengurangi besaran Bea Keluar (BK) mineral olahan bukan akibat tekanan dari para perusahaan pertambangan raksasa. Pemerintah menolak jika dikatakan melunak dalam menjalankan kebijakan tersebut.
Sebagai informasi, perusahaan induk PT Freeport Indonesia yakni Freeport McMoran Copper & Gold inc pernah mendatangi beberapa menteri, seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri ESDM Jero Wacik, Menteri Keuangan Chatib Basri dan Menteri Perindustrian MS Hidayat. Â
Perusahaan tambang asal Amerika ini meminta keringanan BK ekspor mineral olahan karena pihaknya berkomitmen membangun pabrik pemurnian (smelter) di Indonesia.
"Tidak ada kaitannya dengan itu. Indonesia tidak bisa ditekan-tekan. Kita konsisten menjalankan Undang-undang (UU) Minerba. Catat itu," ungkap Hatta usai Rakor Pangan, Rabu (5/3/2014).
Hatta mengaku, pembahasan Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM terkait pelonggaran BK hingga kini belum sampai ke tangannya. "Menteri Keuangan mungkin sedang membahas itu. Tapi belum sampai ke saya, makanya saya tidak mau berspekulasi dulu," ujarnya.
Pada prinsipnya, Hatta mengatakan, tak menyetujui adanya kebijakan pemberlakuan BK dengan syarat kepastian membangun smelter. "Tidak perlu BK tapi semua harus sudah pasti membangun smelter. Kalau belum, harus ada punishment-nya supaya memaksa adanya smelter," ucapnya. Â
Dia menambahkan, saat ini perusahaan pertambangan tak dapat melakukan ekspor mineral mentah. Sehingga neraca perdagangan pada Februari ini mengalami defisit US$ 430,6 juta.
"Tapi defisit dari minerbanya tidak terlalu mengkhawatirkan. Toh barangnya tidak hilang karena masih ada di perut bumi. Jadi kita manfaatkan supaya ekspor meningkat tajam pada 2017. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah neraca migas kita," jelas Hatta.
Dia meminta supaya program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) terus digenjot mengingat produksi minyak mentah Indonesia diperkirakan menurun di tahun ini dari 870 ribu barel menjadi 814 ribu barel per hari.
"Konsumsi BBM kita saja 64 juta kiloliter per hari, dan sebanyak 48 juta kl-nya adalah subsidi. Sehingga konversi gas perlu dipercepat dan diharapkan gas tidak diekspor lagi," tegas Hatta.