Liputan6.com, Jakarta Implementasi Undang-undang Mineral dan Batu bara (UU Minerba) berupa larangan ekspor mineral mentah (ore) dan pembangunan smelter diperkirakan bakal mengerek kenaikan nilai ekspor mineral dalam tiga tahun ke depan. Namun semua itu akan dinikmati oleh pemerintahan baru.
Dalam acara Penadatanganan Nota Kesepahaman Amandemen KK dan PKP2B, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik menyadari usai larangan ekspor ore tersebut, Indonesia akan mencatatkan defisit ekspor mineral sebesar US$ 4 miliar pada tahun ini. Sedangkan di tahun lalu. Defisit ekspor mineral mencapai US$ 12 miliar.
"Tidak terlalu anjlok karena dari tanggal 1-11 Januari 2014, perusahaan tambang jor-joran ekspor. Dan mulai 12 Januari pukul 00.00 WIB, larangan ekspor mulai berlaku dan itu langsung stop ekspor," ujar dia di kantornya, Jakarta, Jumat (7/3/2014).
Sementara di 2015, Jero menghitung, Indonesia akan mengecap surplus mineral sekitar US$ 100 juta karena harga akan mengalami kenaikan yang dihasilkan dari produk mineral bernilai tambah meski volume menyusut.
"Dan surplus mineral bakal meningkat menjadi US$ 16 mliar karena smelter sudah jadi sehingga nilai ekspor lebih mahal. Uang yang kita dapat akan banyak serta meningkat setiap tahun," ucap dia.
Sayangnya, Jero mengatakan bahwa pemerintahan baru yang akan menikmati pencapaian ekspor mineral di tahun mendatang. "Yang senang adalah Menteri ESDM setelah saya. Kalau saya cuma kebagian di marahi pengusaha tambang," kata dia.
UU Minerba, tambah Jero, sudah ada sejak 12 Januari 2009. Dalam payung hukum itu disebutkan bahwa proses renegosiasi harus selesai dalam waktu satu tahun setelah berjalannya UU. Salah satu poin dalam renegosiasi adalah pembangunan smelter.
"Harusnya di 2010, renegosiasi sudah selesai. Ini satupun malah belum, dan saya baru jadi menteri ESDM 20 Oktober 2011. Nah begitu saya ditunjuk, saya langsung kerjakan meskipun renegosiasi tidak mudah karena perlu melakukan pendekatan yang baik," cetus Jero.