Sukses

FITRA Sebut Anggaran Negara Cuma Jadi Proyek Titipan DPR

Pemerintah meloloskan dana optimalisasi sebesar Rp 26,96 triliun pada tahun ini. Dana itu dialokasikan ke-32 kementerian dan lembaga (K/L).

Liputan6.com, Jakarta Kekhawatiran penyelewengan dana optimalisasi sebesar Rp 26,9 triliun juga turut dirasakan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA).

Lembaga ini menilai dana tersebut hanya akan dimanfaatkan untuk kepentingan partai politik (parpol) yang berkuasa.

Seperti diketahui, pemerintah meloloskan dana optimalisasi sebesar Rp 26,96 triliun pada tahun ini. Dana itu dialokasikan ke-32 kementerian dan lembaga (K/L).

Sekjen FITRA Yenny Sucipto dalam acara Kritik Terhadap DPR Atas Kebijakan APBN, Senin (10/3/2014), mengatakan jumlah ini meningkat dari dana optimalisasi sebelumnya Rp 13 triliun serta kenaikan dana penyesuaian hingga mencapai Rp 87,9 triliun di 2014.

"Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dijadikan program dan proyek titipan DPR untuk kepentingan politik. Sebab kenaikan dana itu tanpa dibarengi dengan evaluasi penggunaan oleh K/L di tahun-tahun sebelumnya dan tanpa dasar yang jelas dalam penetapannya. Sehingga pasti kepentingannya murni untuk mencari sumber dana haram demi kemenangan pemilu parpol yang berkepentingan," tegas dia.

DPR, lanjut Yenny, DPR tidak melaksanakan fungsi anggaran dengan menyetujui APBN sebagai produk kebijakan anggaran belanja yang tak berpihak terhadap rakyat, namun hanya memikirkan pertumbuhan ekonomi saja.

"Karena tidak menggunakan fungsi budgeting demi kesejahteraan rakyat akibatnya terjadi ketimpangan alokasi di dalam APBN. Buktinya DPR tetap mempertahankan stabilitas belanja pegawai dan barang, tapi minim di anggaran kesehatan dan infrastruktur," terang dia.

Dia menyebut, anggaran kesehatan hanya berkisar 2% dari total APBN dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Anggota parlemen, katanya, tak pernah mengetuk palu kenaikan anggaran kesehatan menjadi 5% dari APBN. Padahal di UU Nomor 36 Tahun 2009 menyebut kesehatan merupakan hak konstitusional rakyat yang harus diperjuangkan DPR.

"Anggaran sektor pertanian pun berkisar 3%-4%. Padahal sektor ini menyerap sekurang-kurangnya 55% dari total tenaga kerja Indonesia. Sedangkan infrastruktur sekitar 10% dari total APBN," tutur Yenny.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan anggaran cicilan utang dan bunga utang yang menurut dia mencapai 20%. Setiap tahun bahkan selalu ada penarikan pinjaman program dan proyek (utang baru).

"Tidak ada upaya dari DPR untuk menahan atau menolak pinjaman utang baru yang dilakukan pemerintah," tandas dia.