Liputan6.com, Jakarta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaku kesulitan untuk mengaudit impor beras Vietnam yang sempat menjadi protes keras pedagang di pasar Cipinang, Jakarta Timur. Alasannya karena kelemahan sistem pengawasan.
"Pemeriksaan kami terus berjalan, tapi sepertinya perlu dilakukan perbaikan dan perubahan sistem supaya sesuai," ujar Ketua BPK Hadi Poernomo di kantornya, Jakarta, Senin (10/3/2014).
BPK, tambah dia, menyarankan supaya pemerintah ke depan betul-betul mengawasi peredaran beras impor premium dengan medium dari Vietnam maupun Thailand, seperti jenis Thai Hom Mali (premium).
"BPK telah menyerahkan dan menemukan titik awal serta bagaimana beras Thai Hom Mali yang berbeda dengan beras biasa. Ini berdasarkan tingkat kepecahannya harus diuji, jadi perlu ada tingkat pecahan misalnya 0%-5% premium atau Thai Hom Mali, dan beras medium dengan tingkat kepecahan 5%-25% yang diimpor oleh Bulog," jelasnya.
Hadi pun mengatakan, pihaknya kesulitan untuk melakukan pengujian terhadap beras impor tersebut, terutama yang masuk ke Pasar Cipinang.
"Pengujian sekarang kan tidak mudah, apakah betul yang di Cipinang kemarin adalah yang diimpor dulu. Karunganya betul tapi kalau isinya sudah diganti, jadi jangan sampai nanti kita yang digugat," terangnya.
Sejak kasus terkait beras impor menghebohkan publik, BPK menguji apakah ada penyimpangan prosedur. Sejauh ini, Harmonized System (HS) alias pos tarif untuk beras dirasa sebetulnya sudah tepat. Sebab, beras impor dan medium telah dibedakan. Ada 10 nomor untuk pos tarif untuk komoditas beras, antara lain 1006.10; 1006.20; 1006.30 atau 1006.40.
BPK Kesulitan Menguji Beras Impor Vietnam
BPK mengaku kesulitan untuk mengaudit impor beras Vietnam yang sempat menuai protes. Alasannya karena kelemahan sistem pengawasan.
Advertisement