Liputan6.com, Jakarta Niat pemerintah kembali melakukan ekspor kayu bulat (log) mulai menghadapi tantangan. Kalangan perajin furnitur justru berharap pemerintah menahan diri menjual produk andalan sektoe kehutanan tersebut.
Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) menilai kebijakan ekspor kayu gelondongan sangat bertentangan dengan program hilirisasi yang telah dicanangkan pemerintah.
"Industri mebel dan kerajinan nasional akan gulung tikar seperti yang terjadi pada industri mebel dan kerajinan rotan beberapa tahun lalu yang saat ini masih dalam tahap recovery," Sekretaris Jenderal AMKRI Abdul Sobur dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (16/3/2014).
Mengacu pada matrik pengembangan industri mebel dan kerajinan nasional, pertumbuhan industri kerajinan akan terjamin jika ada pengamanan bahan baku sebagai jaminan penunjang utama. Munculnya rencana membuka kembali keran ekspor log hanya akan membuka peluang ekspor habis-habisan pengusaha hutan seperti pernah terjadi pada bahan baku rotan.
Sobur mengakui, sejumlah kalangan memang mulai mendesak pemerintah untuk membuka kembali ekspor log dengan berbagi alasan. Salah satunya adalah pembukaan ekspor akan merangsang investasi industri hutan tanaman industri, hutan tanaman rakyat, dan hutan kemasyarakatan.
Adanya ekspor juga membantu merangsang harga kayu domestik bersaing dengan harga internasional.
"Mereka beralasan, ekspor log adalah untuk menaikkan harga kayu domestik sesuai pasar internasional," lanjutnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengakui pembukaan ekspor kayu gelondongan bisa dinilai sebagai langkah inkonsisten pemerintah dalam targetnya meningkatkan nilai tambah industri dalam negeri.
Advertisement
Setiap tahun, Indonesia mampu mengekspor hingga US$ 10 miliar untuk kayu dan produk kayu. Produk yang paling besar diekspor Indonesia adalah kertas dengan total nilai US$ 4 miliar, kayu lapis US$ 2,5 miliar dalam bentuk pulp (bubur kertas) yang mencapai US$ 1,5 miliar.