Sukses

Perbanas Keberatan Pungutan OJK

Ketua Perbanas Sigit Pramono mempertanyakan pengawasan sektor perbankan dan pungutan iuran oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang mengawasi sektor perbankan dipertanyakan. Hal ini menyangkut pungutan oleh OJK kepada sektor keuangan.

Selain itu, selama diawasi oleh Bank Indonesia (BI), kinerja industri perbankan tidak pernah mengalami masalah yang besar.

"Kinerja perbankan Indonesia sejauh ini masih sangat bagus, baik saat masih diawasi oleh BI ataupun yang saat ini diawasi oleh OJK, bank-bank di Indonesia itu sudah baik sekali pertumbuhannya," ujar Ketua Perhimpunan Bank Swasta Nasional (Perbanas) Sigit Pramono, usai diskusi publik OJK Watch di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Senin (17/3/2014).

Hal lain yang dipertanyakan oleh lembaga sektor keuangan yaitu setelah tugas pengawasan diambil alih oleh OJK, lembaga sektor keuangan malah dikenakan pungutan. Padahal saat diawasi oleh BI, tidak ada pengutan yang diminta oleh bank sentral tersebut.

"Lalu alasannya apa pengawasan yang sebelumnya pada BI dipindahkan pengawasannya ke OJK. Kami tidak setuju dengan pungutan ini. Kalau pun mau ada pungutan, itu setelah 5 tahun sehinga kita tahu fungsi dari pungutan ini," kata Sigit.

Sigit mengatakan, pembiayaan operasional OJK, kenapa tidak diambil dari anggaran yang dulu dialokasikan untuk Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan BI untuk dijadikan angggaran OJK sehingga tidak perlu ada pungutan lagi.

"Ini tetap menyisakan pertanyaan, kenapa harus ada pungutan, alasannya apa? Kenapa tidak diambil dari Bapepam dan BI? Kenapa harus ada anggaran tambahan diluar APBN. Kami kan sudah bayar pajak, jadi kewajiban secara finansial ke negara sudah dipenuhi melalui pajak itu," tutur Sigit.

Sementara itu, Deputi Komisioner Manajemen Strategi I OJK Lucky Fathul menjelaskan, OJK sebenarnya mendapatkan anggaran yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2014 mencapai Rp2,4 triliun. Namun dana tersebut tidak akan dipergunakan sebagai biaya operasional OJK.

Dia menyatakan, untuk operasional, OJK akan memanfaatkan dana pungutan wajib dari lembaga sektor keuangan dengan besaran 0,03% dari total aset perusahaan untuk sektor non-bank dan 0,045% untuk sektor perbankan.

"Jadi kalau 0,03% itu 2015 totalnya pungutan Rp 1,6 triliun, nah itu yang akan kita gunakan sebagai biaya oprasional," ujar Lucky.

Lucky mengungkapkan, dengan adanya pungutan ini, maka ke depannya OJK berharap tidak lagi membebani ABPN untuk membiayai operasional lembaga tersebut.

"Anggaran kami ke depan tetap APBN dengan pungutan, tapi lama kelamaan APBN berkurang, awalnya kan Rp 2,4 triliun dari APBN, pada 2013 Rp 1,7 triliun, pokoknya ke depan akan mengurangi APBN," tandas Lucky.

Video Terkini