Sukses

Ditolak Bank, Sukuk Syariah Kian Dilirik Jadi Pendanaan Proyek

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan Indonesia mempunyai potensi besar dalam pengembangan surat utang berbasis syariah alias sukuk.

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan Indonesia mempunyai potensi besar dalam pengembangan surat utang berbasis syariah alias sukuk.

Sukuk korporasi maupun sukuk negara saat ini telah bertebaran di Indonesia seiring dengan kebutuhan pendanaan proyek infrastruktur dan ekspansi perseroan.

Menurut Dewan Komisioner OJK Bidang Pasar Modal, Nurhaida, saat ini banyak perusahaan melirik sukuk untuk mendanai pengembangannya.

Tak pelak bila kondisi ini membawa kabar gembira bagi pasar sukuk Indonesia pada tahun lalu, baik sukuk korporasi maupun sukuk negara.

"Pada 2013 tercatat sebanyak 10 penerbitan sukuk korporasi dan negara senilai Rp 51,4 triliun atau 16,8% dari total penerbitan efek bersifat utang di Tanah Air. Sedangkan total penerbitan sukuk di Indonesia sebesar 5% dari total penerbitan sukuk di seluruh dunia," terang dia di acara Asia Bonds Market di Jakarta, Kamis (20/3/2014).

Dalam catatannya, Nurhaida menyebut, sejak 2002 sejak sukuk pertama kali diterbitkan sampai saat ini, ada 64 penerbitan sukuk korporasi senilai Rp 11,9 triliun.

Sementara per 3 Maret 2014, terdapat 35 sukuk korporasi yang masih outstanding dengan nilai Rp 7,26 triliun.

"Perkembangan sukuk negara sangat besar karena data per 3 Maret ini, ada 34 penerbitan sukuk negara senilai Rp 159,97 triliun. Pangsa pasarnya 30,3% dari total surat berharga negara pemerintah," tambah dia.

Dari penyebaran sukuk korporasi, dia bilang, telah diterbitkan beragam industri, antara lain 24% oleh sektor perdagangan, layanan dan investasi.

Sebesar 20% dari jasa keuangan, 13% penerbitan sukuk berasal dari sektor pertanian, 13% persen dari sektor infrastruktur dan sisanya sektor lainnya.

Infrastuktur, katanya bisa menjadi underlying aset dalam penerbitan sukuk mengingat negara lain sudah membiayai infrastruktur dengan penerbitan sukuk.

"Banyak infrastruktur di Malaysia dan Timur Tengah seperti pelabuhan, jembatan, jalan tol, bandara yang sudah didanai dari penerbitan sukuk," ujar dia.

Sementara Kepala Kantor Integrasi Ekonomi Regional Asian Development Bank (ADB), Iwan Jaya Azis menambahkan, negara di Asia masih mengandalkan perbankan sebagai sumber pendanaan untuk menggarap proyek infrastruktur jangka panjang.

"Di Amerika Serikat, 80% pembangunan infrastruktur sudah berasal dari capital market, sisanya perbankan. Ke depan, bank tidak akan mau meminjamkan dananya untuk infrastruktur karena perbankan juga mengalami kesulitan, diantaranya aturan makin ketat sehingga susah meminjamkan dana jangka panjang," papar dia.

Live dan Produksi VOD