Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (DJA Kemenkeu) mengakui pencairan anggaran subsidi energi maupun non energi sering mengalami keterlambatan. Alhasil, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) penerima penugasan PSO (Public Service Obligation) harus berutang untuk menutupi kebutuhan pendanaan.
Dirjen Anggaran Kemenkeu, Askolani melaporkan realisasi subsidi energi sampai dengan 28 Februari ini sebesar Rp 19,5 triliun. Dari jumlah itu, sebesar Rp 10 triliun untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan subsidi listrik sebesar Rp 9,5 triliun.
"Idealnya subsidi harus cepat dicairkan sekitar awal-awal tahun," ujar dia di kantornya, Jakarta, Jumat (21/3/2014).
Askolani menjelaskan, pencairan anggaran subsidi BBM untuk PT Pertamina (Persero) dan subsidi listrik PT PLN (Persero) kerap kali baru dibayar pada pertengahan tahun.
"Pengembaliannya bisa lama. Ini kan mempersulit BUMN kita yang mendapatkan penugasan PSO," sambung dia.
Untuk mengatasi masalah tersebut, perusahaan pelat merah terkadang terpaksa mencari pinjaman guna menutupi kebutuhan pendanaannya.
"Kalau begini terus BUMN juga teriak, karena mereka harus cari uang banyak mengingat keterbatasan modal," terangnya.
Selama ini, Kemenkeu mengklaim telah berupaya mempercepat pembayaran anggaran subsidi kepada BUMN.
"Kami terus mempercepat pencairan anggaran menjadi bulan keempat, tahun lalu malah sudah bulan ketiga dan tahun ini di bulan kedua untuk Pertamina dan PLN. Jadi kami terus memperbaikinya," paparnya.
Namun diakuinya, butuh regulasi dari Kementerian terkait untuk membuat pencairan bisa dilakukan dengan cepat.
Anggaran Subsidi Terlambat, BUMN Ketar-ketir Cari Pinjaman
Realisasi subsidi energi sampai dengan 28 Februari ini sebesar Rp 19,5 triliun.
Advertisement