Liputan6.com, Jakarta - PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Persero mengeluhkan tingginya harga daging di Australia yang hampir mendekati Rp 30 ribu per kilogram (kg). Kondisi ini memaksa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut untuk menunda impor daging sapi, sapi bakalan dan sapi potong.
Direktur Utama RNI, Ismed Hasan Putro mengaku kesulitan mengimpor daging sapi, sapi bakalan dan sapi potong dari Australia akibat fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Gejolak itu mengerek kenaikan harga daging sapi asal Australia.
"Harga daging sapi Australia lagi tinggi sudah di atas Rp 28 ribu per kg hampir mendekati Rp 30 ribu. Padahal sebelumnya Rp 23 ribu per kg. Ini salah satunya dipicu karena fluktuasi dolar AS," ungkap dia di Jakarta, Minggu (23/3/2014).
Advertisement
Dampaknya, tambah Ismed, perseroan harus menunggu waktu yang tepat untuk mengimpor daging sapi, sapi bakalan atau sapi potong. Dia menilai, periode yang pas untuk impor adalah Mei atau Juni.
"Pelaku usaha daging sudah tahu kalau periode sekarang dipaksakan impor, maka harganya tidak kompetitif, malah bikin rugi. Harga daging sapi Australia terendah itu di Januari dan Agustus berkisar Rp 20 ribu - Rp 24 ribu per kg. Jadi kami akan impor menunggu Pemilihan Legislatif (Pileg) dan kurs stabil," tutur dia.
Lebih jauh Ismed menjelaskan, pihaknya menargetkan mampu impor sapi indukan sebanyak 500 ekor pada tahap pertama. Sebanyak 1.500 ekor sapi bakalan dan selebihnya 1.000 ekor sapi siap potong pada akhir Mei ini.
Untuk harga sapi bakalan, sapi potong dan sapi indukan, kata dia, tergantung dari jenis dan bobot sapi. "Tapi kalau harga daging masih segitu, bisa saja ditunda lagi karena perhitungan kami impor ada pada kurs rupiah Rp 9.600 per dolar AS. Kami kan harus berhitung dengan cermat," ujar Ismed.
Di sisi lain, terkait rencana akuisisi perusahaan peternakan di Australia, Ismed mengatakan, perseroan akan mempresentasikan skema dan kelayakan bisnisnya pada akhir Maret ini.
"Akhir Maret ini kami akan presentasikan ke pemegang saham. Bagaimana kelayakan bisnisnya," ucap dia.
Dalam hal ini, dia berharap bisa mencaplok perusahaan peternakan di Australia berskala kecil dengan luas sekitar 3.000 atau 25 ribu hektare (ha).
"Skalanya kecil saja yang penting bisa akuisisi 51% saham perusahaan itu dan kami bisa dapatkan jaminan pasokan (sapi) dari mereka," tukas Ismed.