Liputan6.com, Jakarta Pemberlakuan aturan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor mewah dari 75% menjadi 125% dinilai tidak akan banyak mempengaruhi penerimaan negara kedepannya.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Fuad Rahmany mengatakan, hal ini karena dasar keputusan menaikkan pajak ini bukan untuk meningkatkan penerimaan negara, melainkan lebih pada asas keadilan.
"Itu kan lebih kepada aspek keadilan, artinya orang-orang yang menggunakan mobil mewah biayanya lebih besar. Tapi kalau dibilang potensinya besar terhadap total penerimaan pajak kita, ya tidak terlalu besar," ujar dia di Jakarta, Senin (24/3/2014).
Menurut Fuad, aspek yang ditekankan pada penerapan pajak ini bukan hanya pada kenaikan besaran pajak melainkan juga pada pengawasan yang akan ditingkatkan agar tidak ada lagi pembeli mobil mewah yang tidak membayar pajak.
"Saya belum bisa hitung juga (perkiraan penerimaan pajak) , kan itu baru saja. Dan kita akan intensifkan lagi bukan hanya PPnBM-nya saja dinaikan tetapi ekstensfikasinya juga akan kita tinggikan supaya tidak ada yang lolos dari bayar pajak," jelasnya.
Selain itu, Fuad juga membantah akibat isu tersebut, penerimaan negara dari PPnBM anjlok drastis pada tahun lalu. Penurunan dikatakan terjadi akibat minat orang Indonesia untuk membeli barang mewah sedikit berkurang pada tahun lalu.
"Mungkin barang mewahnya agak berkurang, tapi ini tidak bisa dilihat secara bulanan karena ada periode-periode tertentu. Tidak bisa terlihat mingguan atau bulanan. Jadi kalau dilihat data penerimaan kita pada Februari atau Maret tidak bisa, harus dilihat setahun baru kelihatan naik atau turun," tandas dia.
Kenaikan PPnBM Mobil Mewah Disebut Tak Seberapa Untungkan Negara
Pemberlakuan PPnBM kendaraan bermotor mewah dari 75% menjadi 125% dinilai tidak akan banyak mempengaruhi penerimaan negara kedepannya.
Advertisement