Liputan6.com, Jakarta Pengamat Perminyakan, Kurtubi membenarkan jika tak ada pembangunan kilang minyak sejak Soeharto lengser. Namun dia beralasan bahwa Undang-undang Minyak dan Gas (UU Migas) Nomor 21 menjadi biang kerok dari permasalahan tersebut.
"Memang benar setelah Soeharto lengser pada 1998 tak ada pembangunan minyak. Tapi ada penyebabnya," ungkap dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (25/3/2014).
Kurtubi menceritakan sebab musabab rencana pembangunan kilang minyak harus kandas selama bertahun-tahun. Dia bilang, pada 1997, PT Pertamina (Persero) sudah mempersiapkan akan menggarap kilang minyak untuk keperluan dalam negeri dan ekspor. Pasalnya pengolahan minyak mentah ke bahan bakar minyak (BBM) akan memberikan nilai tambah bagi ekspor Indonesia.
"Tapi rencana bagus ini jadi gagal sejak Rancangan Undang-undang (RUU) Migas berubah menjadi UU Migas pada 1999. UU ini disahkan oleh Megawati Soekarno Putri saat beliau menjabat sebagai Presiden," terangnya.
Dalam UU Migas ini, kata Kurtubi, Pertamina tidak wajib membangun kilang minyak. Sehingga payung hukum tersebut semakin memperkuat kondisi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu untuk tidak melanjutkan pembangunan kilang minyak.
"Akhirnya sekarang diserahkan ke investor asing. Harusnya yang wajib bangun kilang itu negara karena migas diperuntukkan bagi hajat hidup orang banyak seperti yang tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Masa asing yang kuasai BBM kita, bagaimana dengan kedaulatan energi kita ke depan," keluhnya.
Dia bahkan mengatakan, UU Migas juga membolehkan penjualan atau ekspor gas murah ke China sehingga negara menderita kerugian sekitar Rp 30 triliun per tahun. "Betul (UU Migas) biang keroknya dan itu disahkan oleh Megawati," pungkas Kurtubi.
Baca juga:
Ini Penyebab Tak Ada Kilang Minyak Baru Sejak Soeharto Lengser
Advertisement
Sejak Soeharto Lengser, Tak Ada Kilang Minyak Dibangun di RI