Liputan6.com, Jakarta Terhitung mulai tahun ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah. Kenaikan NJOP pun bervariasi mulai dari 120% hingga 240%, tergantung dari wilayahnya.
Sayangnya, keputusan pasangan Jokowi-Ahok menaikan NJOP tersebut justru dituding bakal menghambat proses pembangunan infrastruktur terutama di wilayah DKI Jakarta.
"Jakarta kemarin menaikkan NJOP, itu akan berdampak pembebasan dan harga tanah, harga tanah akan semakin mahal," kata Pengamat Perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna di Hotel Atlet Century, Jakarta, Selasa (25/3/2014).
Yayat mengakui, kenaikan NJOP memang bisa menguntungkan pemerintah karena adanya peningkatan pendapatan daerah. Disisi lain, pembangunan ifrastruktuktur yang selama ini terkendala lahan akan semakin kompleks untuk dirampungkan.
Untuk menyiasati persoalan tersebut, Yayat mengusulkan adanya kebijakan tambahan seperti memberikan biaya khusus dalam setiap pembangunan sarana infrastruktur.
"Kelihatannya perlu aturan baru, perlu ada pertimbangan terkait kenaikan pengadaan tanah dan peningkatan pendapatan asli daserah," katanya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahaya Purnama atau Ahok itu mengatakan, besaran NJOP di Jakarta tak pernah mengalami kenaikan selama 4 tahun terakhir. Kondisi ini tak sesuai dengan fakta harga pasar yang sudah melonjak cukup signifikan. "NJOP yang ideal ya yang mendekati harga pasar," kata mantan Bupati Belitung Timur itu.
Ahok beralasan, NJOP yang tidak dinaikkan dapat memicu kerugian negara karena tidak dilakukan penyesuaian selama bertahun-tahun. Pemprov DKI bahkan dapat dituding melakukan korupsi jika membiarkan potensi pendapatan negara berkurang.
NJOP Ibukota Naik, Proyek Infrastruktur Bisa Terganggu
"Jakarta kemarin menaikkan NJOP, itu akan berdampak pembebasan dan harga tanah, harga tanah akan semakin mahal,"
Advertisement