Liputan6.com, Jakarta Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan berlangsung April tahun ini diyakini akan turut membantu mendorong pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, dampak Pemilu yang diharapkan cukup besar ternyata tak sesuai perkiraan semula.
"Pemilu bisa dorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2% walaupun dampaknya tidak sebesar yang diharapkan," ujar ekonom senior Bank Standard Chartered Fuazi Ichsan di Wisma Antara, Jakarta, Selasa (25/3/2014).
Fauzi menjelaskan minimnya dampak Pemilu pada perekonomian nasional disebabkan pemberi sumbangan dana politik yang banyak berasal dari sektor pertambangan tengah mengalami keterpurukan.
"Para donor politik yang notabene-nya banyak disektor pertambangan sedang terpuruk karena anjloknya harga komoditas, otomatis kemampuan mereka berkurang. Juga masalah law enforcement lebih kuat," lanjutnya.
Tak hanya itu. Konsumsi masyarakat pada Pemilu kali ini juga takkan sebesar kenaikan yang diharapkan oleh pasar. "Ada kenaikan karena memang ada stimulus Pemilu walaupun stimulusnya tidak sebesar apa yang diharapkan oleh pasar," katanya.
Terkait laju inflasi pada bulan depan, Fauzi memperkirakan ada peluang penurunan perlahan ke arah 5%. Penurunan ini salah satunya dipicu oleh rencana pemerintah untuk kenaikan tarif listrik bagi industri.
Penurunan bisa batas terjadi jika pemerintah kembali menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada paruh kedua tahun ini. Inflasi diperkirakan akan melonjak lebih tinggi.
"KKalau pemerintah menaikkan harga BBM diparuh kedua 2014, inflasi bisa naik ke arah 7%-8%, disitu BI terpaksa menaikkan suku bunga lagi," tandasnya.