Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memperkirakan Indonesia akan mengecap surplus neraca perdagangan sebesar US$ 500 juta pada Februari 2014. Proyeksi tersebut bakal ditopang dari kenaikan harga batu bara dan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Menurut Menteri Keuangan Chatib Basri, proyeksi surplus neraca perdagangan di bulan kedua ini masih lebih rendah dibanding perkiraan Bank Indonesia (BI) sebesar US$ 700 juta.
"Pada Februari ini surplus neraca perdagangan masih kecil sekitar US$ 400 juta-US$ 500 juta," ujar dia di kantornya, Jakarta, Jumat (28/3/2014).
Perkiraan ini, kata Chatib, dipicu karena menurunnya impor non migas dan kenaikan ekspor karena kebijakan PPh Impor Pasal 22 yang dirilis tahun lalu sudah mulai memberikan dampak tahun ini.
"PPh ini sudah mulai jalan dan ada impeknya, karena memang siklus bulan lalu ada defisit di awal tahun. Februari mulai (baik) dan makin membesar di bulan selanjutnya," ucap dia.
Senada Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro meramalkan surplus neraca perdagangan lebih konservatif dibanding BI minimal US$ 500 juta.
"Pendorongnya adalah ekspor batubara dan CPO yang lagi bagus dari sisi permintaan dan harga. Ekspor manufaktur juga bagus karena daya saing kita," tambahnya.
Dari sisi impor, lanjut Bambang, efek kebijakan PPh Impor Pasal 22 mulai bekerja meski itu hanya untuk konsumsi barang-barang bukan ke capital goods.
"Kuartal I defisit transaksi berjalan bagus hampir sama dengan kuartal terakhir 2013. Tapi akan naik di kuartal II karena ada pembayaran dividen, utang dan lainnya, lalu akan membaik lagi di kuartal III dan IV. Jadi yang harus kita jaga adalah defisit transaksi berjalan di kuartal II karena itu seasonal," tukas dia.
Harga Batu Bara Picu RI Surplus Neraca Perdagangan US$ 500 Juta
Pemerintah memperkirakan surplus neraca perdagangan sebesar US$ 500 juta pada Februari 2014 seiring kenaikan harga batu bara dan CPO.
Advertisement