Liputan6.com, Jakarta Berbagai kalangan menilai sudah saatnya pemerintah mulai mengurangi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang selama ini dinilai menjadi beban perekonomian. Asian Development Bank (ADB) menyatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan menjadi tantangan bagi pemerintahan baru.
Deputy Country Director Asian Development Bank (ADB), Edimon Ginting mengatakan, jika dilihat dari sisi tujuan, maka pengurangan subsidi sektor ini dianggap sangat baik, karena akan mengurangi subsidi yang salah sasaran.
"Subsidi ini kan diarahkan ke orang yang tepat. Misalnya, beli mobil di sini lebih mahal daripada di Amerika Serikat karena pajaknya lebih tinggi, tetapi harga BBM-nya jauh lebih murah. Masa kemampuan kita beli mobil lebih baik tapi bensinnya disubsidi," ujar Edimon, di Hotel Intercontinental Midplaza, Jakarta, Selasa (1/4/2014).
Dia menjelaskan, lebih baik jika anggaran subsidi tersebut ditujukan pada sektor yang lebih bermanfaat untuk jangka panjang seperti pada sektor pendidikan, kesehatan atau infrastruktur.
"Kalau BBM dibikin murah, maka akan over consume, kalau subsidi ke pendidikan, kalau over consumen kan akan lebih bagus," lanjutnya.
Edimon menyatakan, pengurangan subsidi BBM ini akan menjadi tantangan bagi pemerintah mendatang karena dengan masa pemerintahan saat ini hanya berumur hitungan bulan sehingga sulit untuk dilaksanakan.
"Untuk jangka panjang sudah semakin diterima, kalau menurut saya untuk menaikan harga BBM sebelum pemilu. Tetapi setelah ada pemerintah baru nanti, pasti akan mengarah kesana," tandasnya.
Baca Juga
Sebelumnya Bank Dunia memandang masalah permanen yang menjadi beban Indonesia dari beberapa tahun lalu adalah mengenai tingginya subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM).
Advertisement
Salah satu cara jitu yang diusulkan Bank Dunia untuk menyelamatkan fiskal Indonesia yaitu dengan menaikkan harga BBM bersubsidi.
Dalam hal ini Bank Dunia memiliki dua skenario pilihan yang nantinya bisa diambil oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi jumlah subsidi BBM tersdebut.
"Skenario satu adalah menaikkan harga BBM menjadi Rp 8.500 per liter dan skenario kedua adalah menaikkan subsidi BBM sebesar 50%," ujar Jim Brumby, Lead Economist World Bank.
Â
Baca juga: