Sukses

Jejak Dibo Piss dari Tukang Sablon ke Pengusaha Printing

Firman Abadi atau yang sering disapa `Dibo Piss` telah banyak merasakan pahit dan getir membangun usaha sejak tahun 1997.

Liputan6.com, Jakarta Firman Abadi atau yang sering disapa `Dibo Piss` adalah pria berusia 42 tahun asal Sumatera Barat yang telah banyak merasakan pahit dan getir membangun usaha sejak tahun 1997.

 

Firman dengan bendera `Dibo Piss` mengawali usahanya sebagai penjual pernak-pernik sebuah band ternama, yaitu Slank.

 

Dibo Piss berdiri sekitar tahun akhir tahun 90-an, dengan berjualan tepat di depan ruas jalan Potlot III yang tak jauh dari base camp Slank.

 

Mengawali sebagai tukang sablon baju sekaligus menjualnya di depan rumah pentolan Slank Bim bim. Firman menjual berbagai pernak-pernik itu kepada para fans berat Slank yang kerap datang dari berbagai daerah di Indonesia.

 

Dengan bermodalkan sedikit uang Firman membuat sablonan baju dan sticker yang bergambar logo ataupun berbagai jenis foto tentang Slank. Tak disangka, Bunda Iffet ( Ibunda Bim bim yang juga merupakan manager Slank ) justru mendukungnya.

 

Situasi dan kondisi rupanya mendukung usaha penyablon ulung ini. Para Slankers (julukan fans berat Slank) yang sering menginap di teras rumah Bim bim dari berbagai daerah diajaknya untuk menciptakan peluang usaha dengan membantunya melakukan penyablonan.

 

Dibo juga sempat mengalami pasang surut dalam mendirikan usahanya. "Jika dalam melakukan usaha kita mendapatkan kerugian sekali atau dua kali, hal itu justru membuat kita kuat, yang penting semangat dan pantang menyerah," ucap Firma ketika ditemui Liputan6.com saat berkunjung ke tempat usahanya di kawasan jalan Potlot III, Kalibata, Jakarta Selatan pada Rabu 26 Maret 2014 seperti ditulis Rabu (2/4/2014).

 

Firman mengaku bersyukur dengan pencapaian karirnya hingga kini. Dari usahanya, ia kini mampu menyediakan fasilitas pelayanan untuk masyarakat secara gratis berupa mobil jenazah dan ambulans untuk kawasan DKI Jakarta.

 

"Saya sudah mendapatkan rezeki yang cukup, untuk menggaji karyawan saja saat ini sudah bisa dianggarkan sebanyak Rp 60 juta per bulan. Pelayanan ambulans ini saya ikhlash untuk masyarakat, karena pada sekitar tahun 90-an akhir mobil jenazah masih terbilang sangat terbatas," ungkapnya.

 

Meski kini persaingan di dunia digital printing semakin banyak, Firman mengaku tetap yakin dengan usaha yang dilakukannnya. Bermodalkan jujur dan memuaskan klien dengan kualitas yang baik, Firman tetap memiliki pelanggan yang mempercayai jasanya.

 

"Kami juga memberikan kesempatan kepada para pelajar, pemuda, mahasiswa dan siapa saja yang ingin belajar mengenai digital printing secara gratis dan memberikan kesempatan pekerjaan dengan kesesuaian pekerjaan. Dan setelah mereka bisa mengerjakannya, jika ingin membuat ausaha sendiri silakan dikembangkan," pungkasnya.

 

Firman berharap agar anak muda memiliki semangat untuk dapat berkembang dan kreatif dalam menciptakan berbagai macam peluang usaha. (Jay/Igw)