Liputan6.com, Jakarta Proyek pembangunan Pelabuhan Kalibaru, Jakarta Utara, dinilai membuat biaya logistik semakin membengkak dan meningkatkan impor.
Presiden Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengatakan hal ini lantaran pemerintah belum serius membangun infrastruktur dari dan menuju pelabuhan yang kerap disebut sebagai New Tanjung Priok.
"Secara ekosistem Kalibaru tidak cocok untuk pelabuhan. Rencana kereta api dari Bekasi ke Tanjung Priok nyatanya belum ada, tol yang langsung juga belum ada," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Senin (7/4/2014).
Dengan kemacetan yang sering terjadi wilayah sekitar Kalibaru serta ditambah lagi dengan kenaikan jumlah truk yang masuk, menurutnya malahan akan membuat biaya logistik semakin membengkak. Apalagi belum ada akses alternatif menuju Kalibaru.
"Kalibaru selesai, biaya tracking masuk Tanjung Priok akan sangat mahal. Selain itu karena Kalibaru hanya ada di Jakarta, UMR pun lebih mahal," lanjut dia.
Zaldy mencontohkan, biaya logistik Jakarta-Manado lebih mahal dibandingkan Jakarta-Hong Kong atau biaya logistik Jakarta-Sorong lebih mahal dibandingkan Jakarta-San Fransisco.
Ini karena kapal-kapal yang kembali ke Jakarta dalam keadaan kosong, sehingga biayanya menjadi dua kali lipat.
"Angkutan dari luar pulau kembali ke Jawa itu kosong. Makanya tarifnya sangat mahal. Harus ada alternatif lain selain Kalibaru," katanya.
Zaldy juga menjelaskan membawa kapal besar masuk Indonesia justru akan memperbesar kemungkinan impor dan masuknya kapal asing.
Jika satu kapal dapat memuat 15 ribu kontainer, maka ketika masuk Indonesia kapal tersebut juga harus membawa muatan yang sama.
"Kapal- kapal yang masuk Indonesia itu tidak mungkin bawa kosong. Artinya harus ada barang yang masuk lebih dulu, maka mau tidak mau keran impor yang harus kita buka," tandasnya.
Advertisement