Sukses

RI Belum Butuh Uang Baru, Tapi Uang Berkualitas

Pemerintah dan BI berencana menerbitkan uang baru berlabel Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Liputan6.com, Jakarta Rencana pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menerbitkan uang baru berlabel Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ditentang Pengamat Valas, Farial Anwar.

Dia mendesak supaya Bank Sentral menunda realisasi pencetakan uang baru tersebut.  "Tujuannya apa sih mengeluarkan uang baru?. Ditunda saja, wong nggak ada kepentingannya juga. Memang warga sudah bosan dengan uang lama?," tegas dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (10/4/2014).

Menurut Farial, masyarakat saat ini tengah fokus pada pemilihan umum (pemilu), bahkan dia menganggap tak membutuhkan uang baru. Namun BI wajib memperbaiki kualitas uang lama supaya tidak mudah dipalsukan.

"Kelemahan uang lama kita memang mudah hancur dan dipalsukan. Nah lebih baik memperbaiki kualitasnya, nggak perlu desain uang baru. Emang dengan uang baru bisa memperkuat nilai tukar rupiah," lanjut dia.

Terkait keterlibatan pembubuhan tanda tangan Menteri Keuangan (Menkeu) pada uang baru NKRI, tambah dia, justru akan menuai masalah baru.

Pasalnya kerap kali ada perbedaan pandangan antara Gubernur BI dan Menkeu di era kepemimpinan sebelumnya.

Lebih jauh Farial menjelaskan, kebijakan Bank Sentral tidak bisa diintervensi oleh sektor fiskal. Sehingga harus berdiri sendiri.

Namun kondisi saat ini, negara diuntungkan karena Bos BI merupakan mantan Menkeu sehingga memiliki kedekatan dengan seluruh pejabat di lingkungan Kemenkeu.

"Kalau Menkeu dan Dewan Gubernur BI ribut atau ada kepentingan-kepentingan tertentu, bisa saja penerbitan uang NKRI tertunda terus. Karena misalnya Menkeu nggak mau tanda tangan seperti zaman Gusdur di mana antara Presiden dan Gubernur BI bermusuhan," tutur dia. 

Dia mengatakan, pemerintah dan BI perlu mempertimbangkan matang-matang setiap kebijakan yang akan dirilis termasuk menerbitkan uang NKRI. Hal ini harus dilakukan supaya tak terjadi permasalahan di masa depan.

"Buat apa nyetak-nyetak uang baru, biar Menkeu juga kelihatan kerja atau biar ada tanda tangan di uang kita?. Sudahlah fokus saja sama kebijakan yang sudah ada, toh sebentar lagi mau pensiun," tandas Farial.