Liputan6.com, Jakarta Rencana pemerintah untuk menerapkan pengenaan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) 20% untuk ponsel impor dinilai akan memberatkan pengusaha dan importir yang bergerak di sektor ponsel ini.
Ketua Umum Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) Hasan Aula mengatakan keberatan pengusaha terutama karena besaran PPnBM dianggap terlalu besar.
"Kami keberatan dengan besaran 20%, terlalu tinggi. Misalnya yang di atas Rp 5 juta maksimal 5%-10%. Kasihan konsumen membelinya dengan harga mahal," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Kamis (10/4/2014).
Selain itu, Hasan menilai produk ponsel pada saat ini bukan merupakan barang mewah karena sudah banyak digunakan masyarakat dari segala kalangan.
"Ponsel itu sudah bukan merupakan barang mewah lagi, karena sudah terbukti sudah membantu bidang pendidikan, informasi dan ekonomi. Jadi kalau ponsel dikenakan PPnBM dirasa kurang tepat," lanjut dia.
Dia menilai, jika pemerintah tetap menerapkan PPnBM ini, maka harus ada pertimbangan dari segi harga jual.
"Kalau ponsel yang harganya hanya Rp 500 ribu atau Rp 1 juta, itu kan bukan barang mewah. Harus dilihat berapa harganya," tambah dia.
Selain itu, Hasan juga menekankan mekanisme kontrol peredaran ponsel baik impor maupun lokal juga harus diperhatikan oleh pemerintah jika PPnBM ini berlaku.
"Kalau tidak dikontrol dengan baik akan memicu penyelundupan, karena perbedaan harganya sangat signifikan. Disparitas harganya dikurangi," jelas dia.
Meski demikian, dengan adanya PPnBM dipastikan akan menurunkan penjualan, namun dia belum bisa sebesar apa penurunannya.
Advertisement
"Kita intinya mendukung, yang penting mekanismenya kontrolnya diperketat. Supaya jangan sampai terjadi disparitas harganya," tandas dia.