Liputan6.com, Jakarta Harga emas diprediksi bakal terus berkilau, setelah sempat menguat US$ 16 per ounce sepanjang pekan lalu. Kenaikan logam mulia ditopang pelemahan dolar Amerika Serikat (AS).
"Tren harga masih terlihat naik untuk pekan depan, dengan potensi kenaikan ke kisaran US$ 1.335 per ounce," kata Head Research and Anlyst PT Monex Investindo Future, Ariston Tjendra saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin (14/4/2014)
Namun, Ariston memprediksi penguatan harga logam mulia sepertinya masih terbatas. Faktor penguatan lebih didominasi karena pelemahan dolar AS akibat pernyataan dan FOMC Minutes yang dovish, di mana tersirat bahwa Bank Sentral AS (The Fed) tidak ingin terburu-buru melakukan pengetatan moneter.
Advertisement
"Pekan ini Gubernur The Fed akan berpidato di depan publik dalam beberapa kesempatan (hari Selasa dan Rabu), bila ada indikasi seperti yang terungkap pekan lalu, kenaikan harga emas masih tertopang," jelas dia.
Sementara faktor yang bisa menekan harga emas adalah soal pelambatan ekonomi China. Data-data ekonomi China akan banyak dirilis pada hari Rabu yaitu data produk domestik bruto (GDP) dan produksi industri China. "Potensi penurunan, bisa kembali ke level US$ 1.304 per ounce.
Prediksi Ariston ini sejalan dengan hasil Kitco News Gold Survey menunjukkan harga emas akan naik pekan ini.  Sebanyak 14 partisipan memprediksi harga emas naik sementara empat lainnya melihat penurunan pekan ini. Sisanya sebanyak delapan partisipan merasa harga emas akan bergerak stagnan.
Seperti dikutip dari Forbes, Pimpinan Armour Asset Risk Management Bob Tebbutt mengatakan, pelemahan dolar AS akan terus mendorong harga emas. Beberapa faktor pendukung harga emas di antaranya ketegangan antara Rusia dan Ukraina yang terus meningkat.
Direktur pelaksana American Precious Metals Advisors Jefferey Nichols mengatakan, ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global juga dapat berpotensi mendorong harga emas. Selain itu, dia juga mengatakan, pasar modal menjadi salah satu sentimen potensial bagi harga emas.
Terdapat pergerakan sentimen di Wall Street mengenai ekuitas dan emas. Tahun lalu, harga emas melemah dan para investor memalingkan wajahnya dari logam tersebut serta beralih ke ekuitas, khususnya saham perusahaan teknologi.
Saat ini, momentumnya terbalik dan menyebabkan sebagian investor mengurangi investasinya di pasar modal dan beralih ke emas.
Sementara itu, hanya beberapa partisipan yang merasa emas akan turun berpegangan pada level resisten emas yang berada di kisaran US$ 1.325 per ounce dan US$ 1.330 per ounce.
"Pelemahan di pasar modal akan terus berlanjut dan bisa mendukung kenaikan harga emas. Tapi stabilisasi aset dan meredanya ketegangan Ukraina Rusia akan membuat harga emas turun," ungkap ekonom Australian Bullion Company Jordan Eliseo yang memprediksi harga emas bergerak stagnan.
Â