Sukses

Tarif Listrik Industri Naik per 1 Mei, Pengusaha: Tak Rasional

Pemerintah kembali menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) per 1 Mei 2014 untuk industri golongan I3 sebesar 38,9% dan I4 sebesar 64%.

Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) per 1 Mei 2014 untuk industri golongan I3 sebesar 38,9% dan I4 sebesar 64% masih dinilai tidak rasional oleh industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.

"Ini sudah di luar nalar rasional. Meskipun kenaikan ini dicicil tapi kalau kenaikannya setahun ya tetap kenaikan, Kementerian ESDM tidak rasional," ujar Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat di Sekretariat BPN API, Jakarta Senin (14/4/2014).

Dia menjelaskan, kenaikan ini berpotensi menaikan harga TPT sebesar 15% karena secara otomatis dengan kenaikan tersebut akan menganggu arus kas perusahaan.

"Dengan kenaikan ini, memiliki potensi kenaikan barang sebesar 15%. Kenaikan listrik ini luar biasa besar. Ini akan menganggu cash flow perusahaan, akan mengacaukan struktur industri. Kalau naiknya dalam jangka waktu 4 tahun tidak apa-apa, ini hanya 1 tahun, itu terlalu dipaksakan," lanjut dia.

Ade mengatakan, kenaikan TTL ini dinilai terlalu besar terlebih lagi bagi industri TPT, biaya energi memiliki porsi rata-rata 15%-30% dari biaya produksi. "Kalau kenaikannya hanya 10% masih bisa ditolerir, tapi kalau sudah diatas 30% itu tidak rasional. Nanti produsen lebih pilih bahan baku impor yang harganya tidak naik," jelasnya.

Selain itu, kenaikan ini juga dinilai diskriminatif karena hanya menyasar pada industri pada golongan I3 dan I4 yang dinilai produktif, sedangkan listrik untuk rumah tangga yang lebih bersifat konsumtif tidak dinaikan.

"Kenaikana untuk go public, ini diskriminasi, kenaikan harus bersifat universal. Harusnya seperti Korea dimana biaya listrik untuk industri itu hanya 6 sen, sedangkan rumah tangganya 10 sen. Rumah tangga ini kan tidak memberkan dampak mulitiplier, sedangkan indusri punya dampat luas. Sama seperti subsidi pada BBM, akhirnya kita membakar BBM tanpa menghasilkan produktifitas," tandasnya.