Sukses

Negara Ini Ingin Patok Upah Minimum Tertinggi di Dunia

Berbeda dengan kebanyakan negara lain, negara ini justru tengah berupaya mematok standar upah minimum tertinggi di dunia.

Liputan6.com, Zurich Upah minimum telah tumbuh menjadi isu sensitif di beberapa negara. Berbeda dengan kebanyakan negara lain, Swiss saat ini justru tengah berupaya mematok standar upah minimum tertinggi di dunia.

Seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (15/4/2014), Swiss akan melakukan pemungutan suara dalam referendum nasional pada 18 Mei untuk menentukan upah minimum pegawai di sana.

Pemungutan suara itu akan menentukan jadi atau tidaknya pemberlakuan upah minimum pegawai sebesar 4.000 franc atau Rp 52,2 juta per bulan.

Saat ini, sekitar 90% pegawai di Swiss telah menghasilkan uang sebanyak itu. Para pengusaha mengatakan, pengaturan tingkat upah nasional pertama di Swiss akan mendongkrak upah di seluruh negara.

Jika disesuaikan dengan mata uang dan daya beli, angka tersebut dapat menjadi upah minimum tertinggi di dunia.

Meski demikian, beberapa pengusaha kecil mengaku akan menutup bisnisnya jika pemerintah Swiss menerima proposal upah minimum setinggi itu bagi pegawai.

"Kami tidak bisa membayarnya. Karyawan yang saya pecat saja gajinya sudah 3.500 franc per bulan. Karena pengurangan pegawai, saya bekerja 10 jam per hari dan enam jam seminggu," ungkap Jasmin Eicher, pemilik toko kartu ucapan, lilin dan kertas di Zurich.

Dia berharap propsal tersebut tidak dikabulkan dan bisa merekrut pegawai dengan upah lebih rendah. Eicher mengaku memahami tidak semua orang mendapatkan upah yang cukup.

"Tapi tak semua orang memiliki kemampuan berharga 4.000 franc. Kami warga Swiss telah cukup sejahtera," ujarnya.

Para pendukung proposal tersebut berasal dari sejumlah serikat perdagangan terbesar di Swiss. Dikatakannya, tingkat upah harus ditingkatkan guna mencerminkan harga-harga produk di Swiss yang memang melambung tertinggi di dunia.

Sebuah survei yang digelar para peneliti mengatakan 52% anggota pemerintah akan menolak proposal tersebut.

Namun jika upah tersebut diberlakukan, pendapatan kena pajak pegawai Swiss masih melampaui bayaran di negara-negara maju lain seperti Prancis dan Luxembourg.

Profesor Ekonomi di University of Basel George Sheldon mengatakan, proposal itu akan menuai kontroversi.

"Jumlah pengangguran akan meningkat. Solusi masalahnya tentu bukan menaikkan total upah minimum," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini