Liputan6.com, New York - Pemerintah Swedia kini tengah menguji coba pemberlakuan waktu kerja selama enam jam per hari guna memangkas tunjangan kesehatan dan meningkatkan efisiensi kerja pegawai. Tapi apakah jam kerja tersebut dapat berlaku efektif di Asia?
"Saya tidak yakin itu akan berhasil di Asia. Akan banyak penolakan muncul dari manajemen senior dan menengah di berbagai perusahaan baik domestik maupun multinasional," ungkap Direktur Regional perusahaan perekrutan Taiwan, Page Group, Chris Preston, seperti dikutip dari CNBC, yang ditulis Rabu (16/4/2014).
Baca Juga
Sejauh ini, pemerintah Swedia masih bereksperimen dengan sebagian tenaga kerja. Pemerintah negara Eropa itu akan membiarkan pegawai lain bekerja dengan waktu normal. Nantinya, akan dibandingkan karyawan dengan jam kerja mana yang mampu bekerja lebih efektif.
Advertisement
Sementara menurut para ahli, percobaan itu akan sulit diterapkan di sejumlah perusahaan Asia. Pasalnya, kawasan itu terkenal dengan budaya jam kerja panjang dan alokasi waktu libur yang sedikit.
Menurut situs riset ekonomi FRED, rata-rata pegawai di Prancis bekerja sekitar 1.480 jam per tahun sementara warga Singapura hanya 2.300 jam per tahun. Tenaga kerja Prancis menikmati libur 30 hari sementara Singapura hanya berlibur 14 hari per tahun.
Para pakar perekrutan pegawai mengungkapkan, meski memliki jam kerja yang panjang, tapi para karyawan di Asia cenderung sering izin karena sakit. Itu mengingat sejumlah perusahaan di Asia memang mematok jumlah cuti sakit yang bisa diambil para karyawan.
"Untungnya jam kerja lebih pendek adalah tenaga kerja dapat lebih fokus dan produktif saat bekerja," ungkap Direktor eFinancialCareers, George McFerran yang memperlihatkan keuntungan pemberlakukan jam kerja sedikit di Asia.
Menurut waktu kerja enam jam per hari dapat memberikan keseimbangan hidup yang lebih baik bagi para pegawai, Itu juga mampu membuat banyak ibu rumah tangga kembali ke dunia karir.
Selain itu, laporan dari International Labour Office (ILO) juga menunjukkan jam kerja yang terlalu panjang menjadi faktor utama pemicu depresi, stres, dan gangguan kesehatan bagi para pegawai.
Sementara itu, menurut Preston, etika dan budaya kerja di Asia serta Eropa memang sangat berbeda. Bekerja enam jam sehari akan sangat sulit diterapkan di Asia.
"Ini benar-benar berkaitan dengan budaya, masyarakat Asia lebih tertarik mengumpulkan uang. Sementara gagasan hidup seimbang lebih sering diabaikan sebagai konspe kerja," tandasnya.
Â