Liputan6.com, Jakarta - Modal selalu menjadi permasalahan klasik bagi para pelaku bisnis. Kendala tersebut sangat menganggu pengembangan bisnis sebuah usaha termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Kondisi tersebut dialami oleh pengusaha kerajinan kerang asal Cilacap, Sugiarto. Berlabel merek Dhita Kerang, Pria berusia 39 tahun itu sudah melakoni bisnis ini sejak tahun 2000.
Bersama lima orang karyawannya, dia berusaha mencari orderan kerajinan kerang melalui ajang pameran. Namun ketika bisnis berkembang cukup pesat, Sugiarto justru kewalahan karena keterbatasan modal.
"Begitu datang order dari pembeli asing sampai satu kontainer atau senilai Rp 1 miliar, ya terpaksa kami tolak. Nggak bisa. Modal dari mana?," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Rabu (16/4/2014).
Penolakan tersebut, tambah Sugiarto bukan tanpa alasan. Pasalnya dengan menerima pesanan artinya dia harus menyiapkan dana cukup besar untuk bisa memproduksi permintaan kerajinan kerang.
"Mereka kan nggak mungkin bayar seluruhnya, paling nggak panjer 30%. Terus kalau barangnya reject, pasti tidak mau bayar penuh. Kami yang rugi," keluh Pria yang menamatkan pendidikan di bangku Sekolah Menengah Atas Negeri Cilacap itu.
Pengalaman tersebut menjadi kekhawatiran Sugiarto untuk bisa menembus pasar internasional. Menurut Sugiarto, ekspor harus ditunjang dengan modal berlipat guna memuluskan jalan itu.
"Mau kirim sample ke luar negeri saja bisa keluar modal Rp 5 juta-Rp 10 juta. Belum kalau ditolak, lalu kirim lagi. Nonsen lah kalau UKM ekspor tidak punya modal. Wong nyari Rp 100 juta saja susah," jelas dia.
Selain itu, dia mengaku, ambisi untuk ekspor harus dipendam lantaran kapasitas produksi kerajinan kerang yang masih terbatas. Setiap hari, Sugiarto dan karyawannya hanya mampu memproduksi 10 pieces kerajinan kerang. Sementara ekspor membutuhkan kapasitas besar mengingat pembeli pasti akan memesan produk dalam partai besar.
"Kami kan bukan pabrik, jadi hanya sanggup melayani pasar lokal. Kadang saja masih keteteran karena mendapatkan bahan baku kerang sekarang ini cukup sulit," tutur Sugiarto.
Selama ini, dia bilang, hanya mengandalkan pasokan kerang dari daerah sekitar di Cilacap, terutama berburu di pulau Nusa Kambangan.
"Karena belum banyak terjamah manusia, makanya kerang di Nusa Kambangan masih banyak. Kalau menipis, kami pasti cari ke luar daerah," papar Sugiarto.
Limbah kerang natural itu diolah menjadi produk kerajinan bernilai jual, seperti figura, lampu, hiasan dinding, dan sebagainya. Sugiarto membanderol harga kerajinan kerang hiasan dinding mulai dari Rp 100 ribu-Rp 1 juta.
"Harga Rp 1 juta termasuk murah, karena kalau buat hiasan dinding kami pakai lobster. Itu beli dari nelayan saja sudah Rp 250 ribu sendiri. Tapi ya kami nggak bisa pasang harga mahal, karena pesaing juga mulai banyak," tutup Sugiarto mengakhiri perbincangan.