Sukses

Penyimpangan Cost Recovery Migas Akibat Lemahnya Pengawasan

Selama ini terkait cost recovery ada pemahaman yang tidak sama antara BPK dan SKK Migas.

Liputan6.com, Jakarta - Permasalahan cost recovery yang terjadi setiap tahun, disebabkan lemahnya pengawasan maupun komunikasi terkait proses dan mekanisme perhitungan yang tidak optimal dari Satuan Kerja Khusus Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas).

Anggota DPR RI Komisi VII Rofi Munawar meminta SKK Migas serius dalam melaksanakan rekomendasi dan menindaklanjuti temuan BPK tentang cost recovery dan perpajakan yang mengakibatkan kekurangan terhadap penerimaan negara dari sektor migas senilai Rp 994,80 miliar.

“Permasalahan cost recovery senantiasa terjadi setiap tahun,  yang paling sering adalah terkait kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) yang memasukkan biaya di luar proses produksi kepada perhitungan cost recovery.  Jika itu benar terjadi maka SKK Migas harus memperbaiki mekanisme dan sistem yang ada," kata Rofi, di Jakarta, Jumat (18/4/2014).

Di menambahkan, selama ini terkait cost recovery ada pemahaman yang tidak sama antara BPK dan SKK Migas. Bagi SKK Migas menganggap cost recovery adalah hak KKKS terkait proses operasi migas yang dianggap bisnis berisiko, sehingga mereka layak memperoleh kembali penggantian biaya operasi.

Di sisi lain, BPK sejak tahun lalu telah menyimpulkan cost recovery seharusnya menjadi hak negara. Sebab, ketika pengeboran menelan dana besar, penerimaan pemerintah juga turut berkurang.

“Ada dua rekomendasi utama BPK kepada SKK Migas yaitu cost recovery dan tunggakan pajak. Karenanya SKK Migas harus serius mendorong KKKS menunaikan kewajiban pajaknya dan menjelaskan mekanisme penggunaan cost recovery,” tutup Rofi.

BPK, Senin 14 April 2014, menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaaan Semester (IHPS) II  tahun 2013 kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

BPK menemukan adanya ketidakpatuhan delapan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) terhadap ketentuan cost recovery dan perpajakan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan negara sebesar Rp 994,8 miliar.

BPK melihat bahwa pangkal kerugian akbiat sistem cost recovery berasal dari sistem kontrak yang dijalankan SKK Migas.

Dianggap biaya yang dibebankan lewat cost recovery tidak sesuai peruntukan oleh KKKS, sehingga negara berpotensi rugi.