Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Ekonomi dari Universtas Gajah Mada, Tony Prasetyantono menilai pemerintah harus berjuang melobi pihak-pihak terkait untuk bisa mewujudkan rencana pengambilalihan saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) oleh PT Bank Mandiri Tbk.
Sebab pemerintah harus menjadi pelopor konsolidasi bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tony mengaku, total perbankan di Indonesia mencapai 120 bank. Jumlah ini dianggap dia, terlalu banyak sehingga perlu dilakukan konsolidasi menjadi sekitar 60-70 bank saja.
"Pemerintah punya empat bank dan memiliki momentum untuk mengkonsolidasikannya menjadi dua bank," kata Tony kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (24/4/2014).
Untuk perbankan swasta, tambahnya, konsolidasi sangat sulit terwujud, meski Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berusaha mendorongnya.
"Karena itu pemerintah mestinya menjadi pelopor merger atau konsolidasi melalui bank BUMN yang dimilikinya," saran Tony.
Dia menilai, rencana akuisisi oleh Bank Mandiri kepada BTN akan mendorong efisiensi. Hal ini sesuai dengan hukum yang berlaku di perbankan, yakni "size does matter".
"Semakin besar bank, maka semakin efisien. Untuk itu, pemerintah harus melobi dan menjelaskan dengan baik," paparnya.
Tony mencontohkan, Bank Mandiri lahir dan terbentuk dari hasil merger antar empat bank BUMN. Empat bank itu antara lain Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Expor Impor Indonesia (Bank Exim). Merger dilaksanakan pada tahun 1999. "Terbukti, Mandiri bisa sukses," ujar Tony.
Dengan demikian, pengambilalihan saham BTN oleh Bank Mandiri, diharapkan dia dapat menguntungkan BTN. Jika terealisasi, bisnis inti BTN sebagai bank perumahan rakyat tetap bisa berjalan dan akan semakin membaik dengan modal yang kuat.
"Mortgage BTN jalan terus, malah diuntungkan karena modal Bank Mandiri jauh lebih besar. Dengan modal ini, bisa ekspansi kredit mortgage lebih besar pula, tanpa mengganggu CAR BTN," pungkas Tony.
Advertisement