Sukses

Banjir Bikin Harga Garam Merosot di Jepara

Harga garam produksi asal Jepara, Jawa Tengah terus merosot lantaran banjir sehingga membuat tambak petani rusak.

Liputan6.com, Jepara - Harga garam produksi Kabupaten Jepara, Jawa Tengah terus merosot, hal itu dipicu musim hujan. Walau sudah mulai memasuki musim kemarau, kondisi itu belum mampu mendongkrak harga garam.

Rendahnya harga garam sampai menjelang pertengahan 2014 ini membuat 'rasa' garam bagi petani garam Jepara menjadi 'pahit'. Musim hujan yang biasanya memberi keuntungan bagi mereka, karena harga akan naik, ternyata tidak seperti yang dibayangkan.

"Musim hujan ini malah memberi kami pekerjaan tambahan, karena banjir membuat tambak-tambak kami mengalami kerusakan. Sementara harga tetap rendah, sampai menjelang dimulainya produksi kembali," kata Lafik, Ketua Kopgar (Koperasi Garam) Tirta Tani, Desa Panggung Kecamatan Kedung, Kamis (24/4/2014).

Menurut Lafik, musim hujan lalu tidak ada produksi sehingga membuat hukum pasar memicu naiknya harga garam. Namun, kenyataannya hal itu tidak terjadi. Bulan-bulan ini, bahkan para petani garam sudah akan memulai produksi.

"Harga garam saat ini, untuk garam jenis KW 3 hanya mencapai Rp550/kg. Kemudian untuk harga KW 2 hanya mencapai Rp400/kg dan KW 3 hanya sampai Rp350/kg," kata Lafik.

Tahun lalu, musim hujan harga masih lumayan bagus, yakni Rp700/kg (Garam KW 1), Rp650/kg (KW 2) dan Rp500/kg (KW 3). Sehingga penurunan harga yang terjadi memang mencapai hampir 50%.

"Penurunan harga ini mengancam produksi garam di Jepara. Bisa saja karena dianggap tidak menguntungkan petani garam enggan lagi memproduksi. Situasi ini jelas membuat kawan-kawan petani garam merasa resah," kata Lafik.

Lafik juga mengemukakan, di Kopgar Tirta Tani saat ini masih menyimpan sekitar 1.600 ton garam milik 50 orang anggotanya. Sejauh ini masih menunggu adanya perbaikan harga. Tapi, dia mengkhawatirkan adanya garam impor yang masuk dan justru merusak harga garam lokal.

Saat ini, ada sekitar 500-an petani garam di Jepara. Mereka rata-rata memiliki lahan seluas 1,5 hektar. Produksi mereka pada tahun lalu juga mengalami penurunan, akibat anomali cuaca.

Biasanya setiap hektar bisa memproduksi garam sampai 80 ton, maka pada tahun lalu para petani hanya bisa menghasilkan 35 ton setiap hektarnya. Seharusnya dengan produksi yang turun, harga garam mereka bisa naik. Harga garam malah jatuh di titik terendah, disaat mereka mengalami penurunan produksi.